Studi berjudul Sexual media use and relational satisfaction in heterosexual couples yang terbit pada Wiley Online Library, mengamati secara khusus pria yang sering menonton konten pornografi.
Hasilnya, mereka yang melakukan hal tersebut cenderung menarik diri secara emosional dari pasangannya. Bahkan, pria cenderung memiliki sifat tertutup dan cenderung lebih rentan mengalami depresi.
2. Menurunkan harga diri pasangan
Ketika melihat pasangannya menjauh secara fisik, bahkan lebih memilih beralih ke pornografi, hal ini bisa menjadi pukulan berat bagi harga dirinya. Lama-kelamaan ketidakpuasan emosional ini dapat merusak hubungan intim dan kepercayaan diri pasangan.
3. Menurunkan kepuasan berhubungan seks
PMO dapat memengaruhi kepuasan berhubungan seks dengan pasangan karena menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Hal tersebut dapat menciptakan ketidakpuasan dalam hubungan intim.
Mau tahu penyebab menurunkan gairah seksual? Baca di artikel ini: “Ketahui 6 Penyebab Gairah Seksual Menurun”
4. Meningkatkan potensi masalah mental
PMO dapat memicu rasa bersalah, kecemasan, atau bahkan depresi. Terlalu sering terpapar pada konten pornografi juga dapat memengaruhi persepsi tubuh dan citra diri, menyebabkan masalah emosional dan psikologis seseorang.
BACA JUGA:Waspada! Ini 4 Efek Anak Kecanduan Gadget, Nomor 4 Sangat Bahaya
Cara Ampuh Mengatasi PMO
Ada beberapa cara ampuh untuk mengatasi PMO pada pengidapnya. Ini beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Terapi perilaku kognitif (CBT)
CBT dapat membantu seseorang mengidentifikasi dan mengelola pola pikir yang memicu berbagai perilaku seperti mengonsumsi pornografi. Ini merupakan salah satu pengobatan paling efektif untuk pengidap PMO.
2. Terapi psikodinamik
Terapi psikodinamik juga bisa disebut sebagai psikoanalisis. ini adalah sejenis terapi bicara yang membantu orang mengungkap pikiran dan ingatan bawah sadar yang mungkin menjadi pemicu PMO.
3. Acceptance and commitment therapy (ACT)
ACT mirip dengan CBT yang dapat membantu mengidentifikasi pola pikir yang menghasilkan perilaku adiktif. Bedanya, ACT menekankan penerimaan sebagai cara untuk mengelola pikiran negatif.