Aksi Penusukan Debt Collector Berujung Pidana, Begini Aturan Penarikan Kendaraan Menurut UU di Indonesia
Aturan Penarikan kendaraan menurut UU di Indonesia--foto:ist
Beberapa menafsirkan bahwa pengerjaan penarikan kendaraan bermotor seharusnya melalui pengadilan, tapi beberapa menganggap bahwa menurut wewenang yang diberi oleh UU karenanya bisa menjalankan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector.
Melansir dari situs djkn.kemenkeu.go.id, pada tahun 2019 keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan keinginan terjadi keseragaman pemahaman berkaitan dengan eksekusi jaminan fidusia pada lazimnya dan terutama penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah, dengan amar putusan sebagai berikut.
BACA JUGA:Pinjaman BSI Online Cair Rp 50 Juta Tanpa Lama, Ini Cara dan Syarat Pengajuannya
Aturan Penarikan Kendaraan Oleh Debt Collector
Mengadili:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
3. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.
4. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”;
BACA JUGA:20+ Aplikasi Pinjol Tanpa DC Lapangan dan Resmi OJK, Cocok Untuk Modal Lebaran 2024
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi itu di atas, rupanya praktik penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan eksekusinya, beberapa beranggapan bahwa kian jelas eksekusi atau penarikan seharusnya pengadilan.
Sementara itu beberapa yang lain menganggap bahwa eksekusi atau penarikan boleh dikerjakan langsung oleh pihak kreditur maupun lewat debt collector sepanjang sudah ada kesepakatan berkaitan dengan cidera janji atau komitmen dan kesepakatan penyerahan jaminan fidusia atau kendaraannya.
Menurut info di atas, bisa disimpulkan bahwa eksekusi atau penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah masih terdapat perbedaan anggapan berkaitan dengan teknis cara kerjanya meskipun sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: