Iklan RBTV Dalam Berita

Indomie Sudah Mendunia, tapi Bukan yang Pertama Hadir di Indonesia

Indomie Sudah Mendunia, tapi Bukan yang Pertama Hadir di Indonesia

Disukai banyak orang, begini sejarah Indomie--

Menurut Anthony Salim, saham itu bisa menjadi milik mereka karena Djajadi (dan rekan-rekannya) sibuk berkonflik sehingga Salim dapat mencari untung di saat itu. 

Memang, pada saat itu salah satu partner Djajadi di PT Wicaksana, Pandi Kusuma justru memilih menjadi partner Salim. 

BACA JUGA:Tak Asal Tagih, Coba Ikuti Cara Abu Nawas untuk Menagih Utang, Pasti Manjur

Pasca 1992, Djajadi sudah tidak lagi memiliki saham di pabrik Indomie setelah melepas saham miliknya yang tersisa ke Salim. Pada 1994, PT Indofood Interna dan PT Sanmaru digabung dalam perusahaan baru: PT Indofood Sukses Makmur Tbk (kemudian sejak 2009, produksinya dialihkan ke anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk). 

Di bawah kekuasaan Indofood inilah, Indomie makin meluas dan memproduksi banyak sekali varian, dari varian biasa, varian daerah, varian khusus (seperti mi keriting dan mi siram), dan lain-lain. Indomie pun menjadi nomor 1 di Indonesia. 

Kemudian, di bawah Salim pula Indomie berhasil berkembang menjadi merek internasional, seperti ke Nigeria dan Arab Saudi. 

Di Nigeria, Indomie mulai diperkenalkan sejak tahun 1988 dan mulai diproduksi tahun 1995 melalui Dufil Prima Foods. 

Sedangkan di Arab Saudi, Indomie pertama kali diperkenalkan pada 1986 dan pabriknya dibuka pada 1992, dengan diproduksi oleh Pinehill Arabia Group Ltd. 

BACA JUGA:Aturan Baru, Pengguna Jalan Tol Wajib Daftar Aplikasi MLFF Cantas, Ada Dendanya

Pasca kejatuhan Orde Baru, Djajadi tampaknya berusaha mengambil peluang dengan kondisi masyarakat yang tidak menyukai kroni Soeharto. 

Pada 17 Desember 1998 ia menggugat Indofood ke pengadilan, karena ia merasa telah dipaksa menjual sahamnya dan mereknya di PT Indofood Interna dengan harga rendah. 

Djajadi juga menuduh Salim telah memanipulasi kepemilikan saham agar sahamnya semakin mengecil. Menuntut ganti rugi Rp 620 miliar, Djajadi kalah sampai banding di Mahkamah Agung.

Kalah dari Salim, Djajadi lebih memilih untuk melanjutkan bisnis pabrik mi instan baru yang sudah dirintisnya sejak Mei 1993, di bawah PT Jakarana Tama yang memproduksi mie Gaga dan dulu pernah mengedarkan produk bermerek Michiyo. 

Di bawah Salim Group, sejak 1984 sampai sekarang, Indomie tetap sukses dan dikenal luas masyarakat Indonesia maupun luar negeri.

BACA JUGA:Walau Pahit, Ternyata Ini 9 Manfaat Minum Kopi Tanpa Gula, Salah Satunya Memperpanjang Umur!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: