Iklan RBTV Dalam Berita

Dinilai tidak Efektif, Pemerintah Bakal Batalkan Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2025, Produsen Rokok Gembira

Dinilai tidak Efektif, Pemerintah Bakal Batalkan Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2025, Produsen Rokok Gembira

Dinilai tidak Efektif, Pemerintah Bakal Batalkan Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2025, Produsen Rokok Gembira--foto:ist

Dengan kinerja tersebut, penerimaan cukai turut mendongkrak realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai yang secara kumulatif tercatat sebesar Rp 183,2 triliun, atau tumbuh sebesar 6,8 persen yoy.

Penerimaan Bea Masuk tercatat sebesar Rp 33,9 triliun atau tumbuh 3,1 persen yoy akibat kenaikan nilai impor dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.

Adapun di sisi lain, untuk penerimaan Bea Keluar diketahui terealisasi hingga sebesar Rp 10,9 triliun atau tumbuh 59,3 persen yoy, yang dipengaruhi oleh pertumbuhan Bea Keluar tembaga sebesar 567,8 persen yoy dengan share sebesar 77,1 persen.

Sementara Bea Keluar produk sawit turun 57,3 persen yoy akibat penurunan rata-rata harga crude palm oil (CPO) 2024 dan penurunan volume ekspor produk sawit.

BACA JUGA:Apa Itu Pita Cukai Rokok? Ini 4 Fungsinya dan Dampak Penggunaan Pajaknya

Sementara itu, dikutip dari kontan.co.id, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Nayoan mengaku, jika pihaknya pernah komunikasi dengan berkirim surat kepada Menteri Keuangan pada 19 Agustus 2024 lalu untuk menjelaskan situasi industri rokok nasional saat ini.

Dalam surat tersebut, Gappri meminta agar tarif CHT tahun 2025, 2026, dan 2027 tidak naik. Tujuannya untuk memberi kesempatan agar industri rokok legal untuk pulih. 

Selain itu, Gappri juga meminta agar pemerintah tidak melakukan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau dan mendekatkan disparitas harga antar golongan rokok.

“Kami juga meminta pemerintah terus melakukan operasi gempur rokok ilegal,” kata dia, Selasa (24/9).

Gappri menilai, industri hasil tembakau (IHT) nasional sedang tidak baik-baik saja dengan indikasi yang jelas. Dalam hal ini, terjadi fenomena down trading atau penyusutan konsumsi rokok Golongan I. 

BACA JUGA:Ini Penjelasan Kemenkeu Tentang Apa Bedanya Pajak Rokok dan Cukai Rokok

Kemudian, untuk rokok Golongan II pun ikut mengalami penyusutan lantaran para konsumen berpindah ke rokok yang lebih murah lagi, termasuk rokok ilegal.

Peredaran rokok ilegal pun terus menggerus pangsa pasar rokok legal. Hal ini tercermin dari penerimaan CHT tahun 2023 yang tidak mencapai target. “Prediksi kami target CHT tahun 2024 pun tidak akan tercapai,” jelas dia.

Fakta-fakta demikian menandakan bahwa harga rokok legal di Indonesia sudah tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen karena daya beli mereka sangat lemah seiring tingginya kenaikan tarif CHT periode 2020—2024.

Tak lupa, Gappri bersyukur jika pemerintah tidak jadi mengerek tarif CHT pada 2025, sehingga keputusan ini akan membantu kelangsungan industri rokok dan para konsumen tetap terpacu membeli rokok legal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: