Coreng Hitam Dunia Pendidikan, 3 Siswa Berprestasi di Banten Ini Dipulangkan Akibat Tunggakan SPP
3 siswa SD di Banten putus sekolah akibat tunggakan SPP--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM - Kisah memilukan datang dari Menes, Pandeglang, Banten, ketika tiga siswa sekolah dasar dari keluarga miskin terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena tunggakan biaya SPP yang tak mampu mereka bayar.
Faeza (11), Farraz (10), dan Fathan (7), ketiganya adalah anak-anak yang dikenal berprestasi dan memiliki semangat tinggi dalam belajar.
Namun, meski prestasi mereka telah diakui dan dibuktikan dengan berbagai penghargaan, sekolah memulangkan mereka akibat tunggakan SPP yang mencapai Rp42 juta.
BACA JUGA:Ternyata Ini Asal Mulanya Istilah Kumpul Kebo yang Lazim Diucapkan Masyarakat
Keputusan untuk memulangkan ketiga siswa ini diambil secara mendadak saat jam pelajaran masih berlangsung, suatu tindakan yang mengecewakan dan memberikan luka mendalam pada mereka serta keluarganya.
Ketiga anak tersebut pulang dengan wajah lesu dan hati yang hancur, tanpa melakukan kesalahan apapun.
Mereka dijemput oleh mobil sekolah untuk kemudian dipulangkan ke rumah, menyisakan rasa malu dan tertekan karena kondisi ekonomi yang tak berpihak.
BACA JUGA:Lewat UMi BRI, Nasabah Bisa Ajukan Pinjaman Rp 10 Juta, Ini Syaratnya
Ironisnya, sekolah yang seharusnya menjadi lembaga yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan justru tidak memberikan kesempatan kepada mereka.
Faeza, siswa kelas 6 yang bercita-cita tinggi, merasakan perasaan malu dan takut ketika harus menerima kenyataan pahit ini. Ia bahkan mendapat perlakuan yang menyakitkan dari pihak sekolah di depan teman-temannya.
“Kepala yayasan memarahi saya di depan teman-teman dan meminta saya untuk tidak belajar di sini karena tunggakan SPP yang sudah terlalu banyak,” tutur Faeza dengan suara pelan dan kepala tertunduk saat ditemui pada Sabtu (26/10/2024).
BACA JUGA:Hasil Penelitian, Katanya Fenomena Kumpul Kebo Paling Dominan Terjadi di Wilayah Ini
Ia merasa malu dan tertekan, serta dihimpit ketidakpastian akan masa depannya yang sekarang tampak suram.
Sementara itu, ibunda mereka, Defi Fitriani, tak kuasa menahan tangis saat mengisahkan perjuangan anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan.
Ia menjelaskan bahwa meskipun anak-anaknya memiliki prestasi yang baik dan rajin belajar, pendidikan mereka terancam terhenti hanya karena ketidakmampuan keluarga untuk membayar SPP.
“Mereka adalah anak-anak berprestasi, terbukti dari banyaknya sertifikat penghargaan yang telah mereka terima. Namun kini, pendidikan mereka terancam terhenti hanya karena kami tidak mampu membayar uang sekolah,” ujar Defi dengan suara bergetar.
BACA JUGA:Perbedaan Perkutut Majapahit dan Cemani, Burung Pembawa Keberuntungan dalam Budaya Jawa
Selain kesulitan membayar SPP, Defi juga mengungkapkan bahwa keluarga mereka mengalami masalah finansial lain, termasuk menunggak kontrakan selama tiga bulan.
Tekanan ekonomi ini menjadi beban besar yang membuat pendidikan anak-anaknya semakin jauh dari jangkauan.
Ayah mereka, Muhammad Fahat, yang bekerja sebagai buruh harian, juga mengungkapkan keprihatinannya. Ia menyesalkan bahwa anak-anaknya kehilangan kesempatan belajar hanya karena keterbatasan ekonomi.
“Anak-anak saya tidak bisa sekolah hanya karena kami miskin. Uang SPP sebesar Rp42 juta jelas di luar kemampuan kami. Bagaimana kami bisa membayar, sementara untuk makan sehari-hari saja sudah sulit?” tuturnya penuh kepedihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: