Kuasa Hukum Kolonel Laut Ade Permana Surati Panglima TNI, Minta Perkara di Tinjau Ulang
Kasus Kolonel Laut Ade Permana --
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Kolonel Laut Ade Permana minta perkaranya di tinjau ulang.
Kolonel Laut (PM) Ade Permana, seorang perwira angkatan laut dengan segudang pengalaman, kini terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan akibat pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) yang dinilai sepihak.
BACA JUGA:Lowongan Kerja PPPK Dapur Umum 2025, Dibuka untuk 33 Ribu Lebih Tenaga Kerja
Melalui surat terbuka yang disampaikan kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 18 Desember 2024, Kolonel Ade yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Aditya Dwi Putra, mengajukan permohonan peninjauan internal terhadap kasusnya.
Permohonan ini muncul setelah serangkaian peristiwa yang penuh dengan ketidakpastian dan dugaan pelanggaran hak-hak yang seharusnya dilindungi.
BACA JUGA:Daftar Promo ShopeePay Bayar Rp 1 Ribu, Cek Syarat dan Tanggalnya
Awal Permasalahan
Permasalahan ini bermula dari laporan yang diajukan oleh Suwondo Giri pada 18 November 2021. Dalam laporannya, Suwondo menuduh Kolonel Ade memiliki senjata api ilegal dan terlibat dalam penyalahgunaan wewenang terkait penerimaan suap sebesar Rp500.000.000.
Laporan ini memicu proses hukum yang berlarut-larut dan penuh kontroversi. Dalam surat permohonan yang diterima oleh redaksi, kuasa hukum Kolonel Ade, Aditya Dwi Putra, mengungkapkan bahwa PDTH yang dijatuhkan kepada kliennya mengandung sejumlah kejanggalan.
“Setelah saya mendalami beberapa bukti dokumen Kolonel Ade, hasil analisa saya menunjukkan bahwa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) yang dijatuhkan terhadap klien saya ini memiliki beberapa kejanggalan terhadap proses penanganan perkaranya,” ujar Aditya.
BACA JUGA:Promo ShopeePay Januari 2025, Beli Makanan dan Minuman Enak Cuma Bayar Rp 1.000
Dugaan Pelanggaran Hukum
Menurut Aditya, terdapat dugaan bahwa proses hukum terhadap Kolonel Ade tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang seharusnya dijunjung tinggi dalam hukum.
Ia menjelaskan bahwa saat penetapan Kolonel Ade sebagai tersangka, tidak ada dua alat bukti yang cukup untuk mendukung tuduhan tersebut. Hal ini berpotensi menjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius.
“Kan putusan Dilmilti juga tidak ada tambahan pidana pemecatan. Sehingga PDTH tidak semestinya dilaksanakan. Kan begitu kata undang-undang, dan tidak boleh bertentangan itu regulasi yang bawah! Hukum itu panglima tertinggi loh. Kalau begini caranya ya berarti oknum-oknum ini melakukan penyalahgunaan wewenang dong,” tegas Aditya.
BACA JUGA:Ini Penyebab Peristiwa Berdarah di Bengkulu Selatan, 3 Orang Diamankan
Proses Hukum yang Kontroversial
Kasus ini semakin rumit ketika Kolonel Ade mengirimkan surat permohonan bantuan hukum kepada Kababinkum TNI. Tanggapan baru diterima pada 5 Januari 2022 melalui Surat Perintah Nomor Sprin/6/I/2022, yang menunjuk Letkol Chk Sudirman sebagai penasihat hukum.
Namun, penunjukan ini dicabut secara sepihak oleh Kababinkum berdasarkan petunjuk dari Pangkoarmada I, yang menilai bahwa penasihat hukum tersebut bukan berasal dari matra TNI AL.
Selanjutnya, pada 31 Januari 2022, Kolonel Ade dipanggil untuk dimintai keterangan.
Namun, di hari yang sama, ia ditahan dan dijebloskan ke dalam sel isolasi selama lebih dari seminggu tanpa ada informasi kepada keluarganya.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan ayah saya. Kami tidak mendapatkan kabar sama sekali,” ungkap salah satu anggota keluarga Kolonel Ade. Selama masa penahanan, tidak ada izin untuk bertemu dengan rekan sejawat atau keluarganya, yang semakin menambah tekanan psikologis terhadapnya.
BACA JUGA:Lowongan Kerja PPPK Dapur Umum 2025, Dibuka untuk 33 Ribu Lebih Tenaga Kerja
Putusan Pengadilan dan Pembentukan DKP
Pada 5 September 2022, Kolonel Ade akhirnya dibebaskan berdasarkan keputusan Dilmilti II Jakarta, yang menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh bulan tanpa tambahan hukuman pemecatan.
Namun, keputusan tersebut tampaknya tidak memuaskan pihak tertentu. Danpuspomal kemudian mengusulkan pembentukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk memberhentikan Kolonel Ade dari dinas militer.
Sebuah surat yang dikeluarkan oleh Danpuspomal pada 11 September 2023 menyatakan pembentukan DKP, meskipun Kolonel Ade sendiri tidak pernah menerima keputusan tersebut secara resmi.
Anehnya, Kolonel Ade kemudian menerima Keppres tentang PDTH yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juni 2024.
“Saya bingung, karena tiba-tiba muncul Keppres yang tidak jelas asal-usulnya. Kami hanya ingin keadilan,” kata Aditya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: