Namun selain menikah, orang yang sedang ihram boleh melakukan rujuk atau menjadi saksi pernikahan. Pasalnya, rujuk adalah melanjutkan perkawinan, bukan mengawali perkawinan.
5. Pernikahan dengan perempuan yang ragu akan kehamilannya sebelum habis masa iddah
Haram menikahi perempuan yang seperti itu hingga keraguannya hilang, meskipun masa iddah dengan tiga kali quru (masa suci) telah habis. Keharaman ini lahir dari keraguan tadi. Demikian pula siapa pun yang menikahi perempuan yang diduga masih masa iddah atau sedang istibra dari kehamilan, atau sedang ihram haji dan umrah, atau karena salah satu mahram, namun ternyata sebaliknya, maka nikahnya batil karena ragu akan kehalalannya.
BACA JUGA:Benarkah Tempat Bersembunyi Yajuj dan Majuj? Gunung Ural Memiliki Keindahan Menakjubkan
6. Pernikahan perempuan yang beriddah dan sedang istibra dari mantan suaminya walaupun dari hasil senggama syubhat
Jika laki-laki yang menikahi perempuan beriddah itu menggaulinya, maka ia harus dijatuhi hukuman (had) kecuali jika ia tidak mengetahui status keharaman menikahi dengan perempuan beriddah dan sedang istibra. Orang yang tidak tahu harus dimaafkan, terlebih jika ia awal-awal masuk Islam atau jauh dari para ulama.
7. Pernikahan dengan perempuan yang pindah dari satu agama kepada agama lain
Jangan menikahi perempuan yang pindah dari satu agama kepada agama lain. Singkatnya, ia tidak boleh dinikahi. Tidak boleh diterima agamanya kecuali agama Islam.