Umat Islam Dilarang Menikah di Bulan Muharram? Berikut Penjelasannya

Jumat 21-07-2023,22:51 WIB
Reporter : Tim liputan
Editor : Purnama Sakti

 

Namun hal tersebut tidak mengharuskan untuk berfatwa akan haramnya menikah atau melamar pada bulan tersebut, dan tidak ada di dalam syari’at kita untuk memperbarui kesedihan dan memperingatinya setiap tahun, dan meneruskan hidad (bersedih) sampai melarang untuk menampakkan kebahagiaan.

BACA JUGA:Dijamin Resmi, 3 Aplikasi Pinjol Berikan Limit Rp50 Juta

 

Kalau tidak, maka menjadi hak kita untuk bertanya kepada orang berpendapat demikian: Bukankah hari Rasulullah wafat adalah sebesar-besarnya musibah yang menimpa umat Islam? 

 

Maka, kenapa tidak dilarang juga menikah pada bulan beliau wafat yaitu bulan Rabi’ul Awal? dan kenapa pengharaman dan hukum makruh tersebut tidak diriwayatkan oleh para sahabat atau keluarga Nabi dan para ulama setelah mereka?

 

Demikian juga kalau seandainya memperbarui kesedihan dibolehkan, maka setiap hari ada ulama besar Islam yang mungkin dibunuh, syahid atau meninggal dunia, baik dari keluarga dekat Rasulullah atau yang lainnya. 

BACA JUGA:Di Tunaiku Bisa Pinjam Hingga Rp20 Juta Tanpa Jaminan, Simak Cara Daftar dan Pengajuannya

 

Kalau demikian maka tidak akan ada hari atau bulan bahagia, dan manusia akan mengalami masalah dan kesulitan yang mereka tidak kuat memikulnya. Dan tidak diragukan lagi bahwa mendatangkan hal baru dalam agama adalah awal mula yang menarik para pengikutnya untuk menentang syari’at, dan mempertanyakan akan kesempurnaan yang telah Allah ridhai.

 

Sebagian ahli sejarah telah menyebutkan bahwa yang pertama kali mengatakan pendapat tersebut, bahkan yang pertama kali berpendapat tentang memperbarui kesedihan pada awal bulan Muharram adalah Asy Syah Ismail ash Shofwi (907-930 H) sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Ali Al Wardi dalam “Lamahat Ijtma’iyyah min Tarikh Iraq” 1/59:

 

“Asy Syah Ismail tidak cukup dengan hanya menyebarkan teror saja untuk menyebarkan paham syi’ah bahkan sengaja juga mengambil sarana lain, yaitu; dengan cara publikasi dan mendatangkan kepuasan diri, ia telah menyuruh untuk mengkoordinir peringatan terbunuhnya Husain seperti yang rayakan sampai saat ini. Perayaan tersebut dilakukan sejak era al Buwaihiyyun di Baghdad pada abad 14 H. Namun setelah era tersebut mulai ditinggalkan. Kemudian datanglah Asy Syah Ismail yang mengembangkannya dan menambahkan majelis takziyah dengan tujuan agar kuat pengaruhnya pada hati pengikutnya. Maka menjadi benar bahwa hal tersebut adalah menjadi sarana terpenting untuk menyebarkan faham syi’ah di Iran; karena menampakkan kesedihan dan ratapan yang diiringi dengan irama gendang dan panji-panji dan lain sebagainya, dengan demikian maka akan menjadi akidah yang menancap pada jiwa.”

Kategori :