Rentang tahun 1870-1942, De Javasche Bank membuka 15 kantor cabang di kota-kota yang dianggap strategis di Hindia Belanda, yaitu: Yogyakarta (1879), Pontianak (1906), Bengkalis (1907), Medan (1907), Banjarmasin (1907), Tanjungbalai (1908), Tanjungpura (1908), Bandung (1909), Palembang (1909), Manado (1910), Malang (1916), Kutaraja (1918), Kediri (1923), Pematang Siantar (1923), Madiun (1928).
Tahun 1942 Masa Pendudukan Jepang
Pada masa pemerintahan Militer Jepang, DJB dilikuidasi. Tugas DJB sebagai bank sirkulasi di Indonesia kemudian digantikan oleh Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).
Tahun 1942 Masa Hindia Belanda
Pada tahun 1828, Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan octrooi atau hak-hak istimewa kepada De Javasche Bank (DJB) untuk menjadi bank sirkulasi. Pada periode ini, DJB memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden di wilayah Hindia Belanda.
Octrooi secara periodik diperpanjang setiap 10 tahun sekali. Hingga tahun 1922, telah dilakukan tujuh kali perpanjangan Octrooi.
Pada tahun 1922, Pemerintah Belanda menerbitkan undang-undang De Javasche Bank Wet
Tahun 1945 Dua Wilayah di Indonesia
Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
BACA JUGA:Nikmati Limit hingga Rp100 Juta di Allo PayLater, Belanja Makin Puas