Perang tidak hanya akan mengganggu produksi tetapi juga jalur distribusi sehingga ada persoalan pada pasokan.
Kondisi inilah yang bisa memicu harga minyak melambung.Sebagai gambaran, harga minyak langsung terbang 4% pada Senin setelah perang Israel vs Hamas meletus di akhir pekan pada 7 Oktober 2023. Perang Rusia-Ukraina juga mengerek harga minyak hingga menembus US$ 100 per barel dalam hitungan dua hari setelah konflik meletus pada 24 Februari 2022.
BACA JUGA:Walaupun Mayoritas Muslim, 3 Agama Ini Berpengaruh Kuat Palestina
Bank Dunia dalam Commodity Markets Outlook pada Oktober 2023 membeberkan tiga skenario pasokan minyak saat perang Hamas vs Israel meletus.Skenario pertama adalah adanya "gangguan kecil" di mana pasokan minyak dunia hanya berkurang 500.000-2 juta bpd.
Skenario kedua adalah "medium" di mana pasokan harga minyak berkurang 3-5 juta bpd. Skenario ketiga adalah "besar" di mana dampaknya bisa mengurangi pasokan 6-8 bpd.
Dampak perang memang tidak akan besar pada 1973 saat terjadi boikot Israel tetapi tetap akan berimbas banyak ke sejumlah negara.
Dari Oktober 1973 hingga Maret 1974, ketika perang Yom Kippur memicu embargo minyak terhadap pendukung Israel oleh negara-negara Arab, harga minyak melonjak lebih dari 300%.
2. Inflasi global meningkat
Ketika harga minyak mentah melonjak, ancaman inflasi yang tinggi kembali menghantui perekonomian global. India, China, dan negara-negara besar lainnya merupakan importir minyak yang besar dan dapat mengalami inflasi impor yang tinggi jika harga minyak tetap tinggi.
AS juga merupakan konsumen minyak terbesar di dunia sehingga kenaikan harga minyak bisa kembali mengerek inflasi.
Ketika harga minyak naik, biaya produksi berbagai industri dan biaya energi untuk dunia usaha dan rumah tangga juga meningkat sehingga mendorong inflasi lebih tinggi.
Inflasi global yang tinggi ini tentu saja akan menjadi kabar buruk bagi Indonesia karena akan membuat pelonggaran suku bunga global menjauh.
3. Suku Bunga Tinggi Bisa Bertahan Lama
Kenaikan harga energi dan inflasi yang kembali mengancam dunia bisa menahan bank sentral untuk memangkas suku bunga. Padahal, pelaku pasar sudah terlanjur memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bisa saja semakin mempertahankan kebijakan "higher for longer" terus menerus jika inflasi masih mengancam AS akibat kenaikan harga energi.