Ibnu Hajar Al-Haitami dan As-Syirwani menjelaskan:
لَا شَيْءَ مِنْ كَيْفِيَّاتِهِ حَيْثُ اجْتَنَبَ الدُّبُرَ إلَّا مَا يَقْضِي طَبِيبٌ عَدْلٌ بِضَرَرِهِ قوله (لا شيء من كيفياته ) أي لا يكره شيء من كيفيات الجماع من كونها مضطجعة أو مستلقية على الجنب أو قائمة أو من جانب القبل أو الدبر أو غير ذلك اه كردي
Artinya, “Tidak apa-apa sedikitpun dari cara-cara bersetubuh sekira suami menghindari (mengauli isti pada) dubur, kecuali petunjuk dokter yang adil menyatakan berbahaya. Maksudnya tidak ada kemakruhan sedikitpun dari cara-cara bersetubuh, baik posisi istri tidur miring, terlentang bertumpu ada lambung, berdiri, dari arah qubul maupun dari arah dubur, atau posisi lainnya (selama tidak berbahaya menurut dokter). Demikian penjelasan Al-Kurdi.” (Ibnu Hajar Al-Haitami dan As-Syirwani, Tuhfatul Muhtaj dan Hawasyis Syirwani, juz V, halaman 217).
BACA JUGA:Tempat Bersejarah Kehidupan Ibu Kartini, Sekarang Dijadikan Tempat Wisata
Demikian ulasan mengenai pandangan Islam tentang berhubungan suami istri saat istri hamil, bolehkah? Semoga bermanfaat.
Putri Nurhidayati