NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Buntut kabar ancaman megathrust, BMKG dipanggil polisi, begini penjelasannya.
Kekhawatiran tentang gempa megathrust telah menjadi topik yang sangat diperbincangkan di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang rawan gempa dan tsunami.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjadi sorotan ketika secara terbuka membahas tentang potensi gempa besar ini, hingga akhirnya dipanggil oleh pihak Kepolisian.
Dwikorita menekankan bahwa peringatan bencana adalah hal yang sangat penting dan harus ditanggapi dengan serius.
BACA JUGA:Penerimaan CPNS BPK Tahun 2024, Ini Formasi dan Tahapan Pendaftarannya
Ia mengungkapkan bahwa gempa bumi adalah fenomena alam yang harus dipelajari secara mendalam dan diantisipasi dengan baik.
Jepang menjadi salah satu contoh terbaik dalam hal ini. Negara tersebut telah memonitor dan mencatat aktivitas gempa selama lebih dari 1.000 tahun, tepatnya sejak tahun 887 Masehi, sehingga mereka memiliki data yang sangat lengkap dan mendetail tentang sejarah gempa.
Pengalaman Jepang ini menjadi pelajaran berharga bagi BMKG dalam membangun sistem pemantauan dan mitigasi bencana di Indonesia.
BACA JUGA:Rincian Skor Maksimal dan Passing Grade Tes CPNS 2024, Pahami Ketentuannya Berikut
Dwikorita bercerita bahwa BMKG juga telah melakukan upaya untuk menggali sejarah gempa di Indonesia, serupa dengan yang dilakukan Jepang.
Tujuannya adalah untuk menata mitigasi bencana yang lebih baik dan memastikan bahwa masyarakat, ilmuwan, dan pemerintah dapat bekerjasama dalam menghadapi potensi bencana yang ada.
Pada tahun 2018, BMKG sempat mengeluarkan informasi terkait potensi gempa megathrust yang membuat heboh masyarakat.
Dwikorita mengakui bahwa saat itu, respon masyarakat sangat beragam, mulai dari kepanikan hingga kekhawatiran yang berlebihan. Akibatnya, BMKG dipanggil oleh pihak Kepolisian untuk memberikan klarifikasi mengenai informasi tersebut.
BACA JUGA:Kisah Perjalanan Mualaf Kapolda Papua Mathius D Fakhiri yang Dapat Kenaikan Pangkat Komjen
"Pertama kali kami dipanggil Polda, seminar tentang ini. Karena masyarakat menjadi kaget, gumun, heboh. Karena dianggap meresahkan, kami diinterogasi, dipanggil Polda," ujarnya.