5. Neraka Jahim
Diinformasikan oleh Al-Quran bahwa neraka ini akan dihuni oleh orang-orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah, (Q.S. [5]: 10), orang-orang yang berusaha menentang ayat-ayat-Nya dengan melemahkan kemauan untuk beriman (Q.S. al-Hajj [22]: 51).
Dalam ayat lain, neraka ini dijanjikan untuk orang-orang yang sesat, "Dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang- orang yang sesat," (Q.S. Syu‘ara [26]: 91).
Maksud orang-orang sesat di sana adalah orang-orang kafir dari kalangan bani Adam yang tersesat dari jalan petunjuk, sehingga mereka menyembah selain Allah, seperti berhala yang kelak tidak akan memberikan pertolongan kepada mereka.
Pantaslah, menurut al-Thabari, Abu Jahal termasuk penghuni neraka ini. Lebih jelasnya lagi, para pendusta calon penghuni neraka ini dijelaskan dalam surah al-Muthaffifin, "Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan.
Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa, yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata, “Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu,” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka Jahim," (Q.S. al-Muthaffifin [83]: 10-16).
6. Neraka Saqar
Di antara calon penghuni neraka ini adalah orang-orang yang tidak shalat, tidak menyantuni orang miskin, orang yang suka membicarakan yang batil, dan orang yang mendustakan hari Pembalasan.
Hal itu sebagaimana yang disampaikan Al-Quran, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari Pembalasan,” (Q.S. Muddatsir [74]: 42-46).