Iklan dempo dalam berita

10 Provinsi Ini Paling Rawan Netralitas ASN Pemilu 2024, Sumbar dan Lampung Termasuk

10 Provinsi Ini Paling Rawan Netralitas ASN Pemilu 2024, Sumbar dan Lampung Termasuk

10 Provinsi Ini Paling Rawan Netralitas ASN Pemilu 2024, Sumbar dan Lampung Termasuk--

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Ini informasi menarik. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan hasil riset ndeks Kerawanan pemilu (IKP) tematik mengenai isu netralitas aparatur sipil negara (ASN). 

Riset yang menggunakan data kuantitatif Pemilu 2019 dari pengawas tingkat provinsi dan kabupaten/kota itu menemukan bahwa ASN di 10 provinsi paling potensial tidak netral saat Pemilu dan Pilkada 2024.

BACA JUGA:Dilantik, ISKI Bengkulu Siap Peran Aktif Perangi Hoaks Selama Pemilu 2024

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty memeberkan, dalam pemaparan pemetaan kerawanan pemilu 2024 dalam isu strategis netralitas ASN di Manado, Sulawesi Utara, Kamis (21/9).

“Provinsi Maluku Utara, disusul Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo, dan Lampung. Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi," ujar Lolly.

BACA JUGA:Sosialisasi Pemilu, KPU Minta Mahasiswa Cerdas Gunakan Hak Pilih

Lolly mengatakan netralitas ASN adalah salah satu isu yang paling rawan di tingkat provinsi. Ia menyebut kerawanan netralitas ASN berpotensi terjadi 22 provinsi. Di 10 provinsi tertinggi, ada penanganan yang berbeda guna mencegah pelanggaran netralitas oleh ASN.

“Pada 10 provinsi ini pastikan upaya pencegahannya tepat. Bentuk pencegahan di 10 provinsi ini, untuk ASN, tentu akan berbeda dengan daerah lain yang posisinya tidak rawan tinggi," sambung Lolly.

Dalam kesempatan itu, Lolly juga menjelaskan pola ketidaknetralan ASN paling banyak terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

BACA JUGA:Bawaslu RI Umumkan 3 Nama Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota Periode 2023-2028

Kemudian, Ia menjabarkan pelbagai pola yang sering terjadi, yakni mempromosikan calon tertentu; pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial maupun media lainnya.

Lalu, menggunakan fasilitas negara untuk mendukung petahana; teridentifikasi dukungan dalam bentuk WhatsApp grup; dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.

Sementara itu, motif yang terjadi adalah mendapatkan atau mempertahankan jabatan, hubungan primordial (kekeluargaan, suku, organisasi, dan lain-lain), ketidakpahaman terhadap regulasi tentang kewajiban ASN menjaga netralitas, dan faktor lainnya, karena adanya tekanan sanksi yang tidak membuat jera pelaku.

BACA JUGA:Untuk Pilkada Tahun Depan, Bawaslu Seluma Usulkan Hibah Rp 12 Miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: