Iklan dempo dalam berita

Keyakinan Masyarakat Jawa Turun Menurun, Mengapa Tidak Boleh Menikah di Bulan Suro? Begini Penjelasannya

Keyakinan Masyarakat Jawa Turun Menurun, Mengapa Tidak Boleh Menikah di Bulan Suro? Begini Penjelasannya

Keyakinan larangan menikah di bulan Suro--

NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Keyakinan masyarakat Jawa turun menurun, mengapa tidak boleh menikah di Bulan Suro? Begini penjelasannya.

Malam 1 Suro adalah malam pertama dari bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Bulan Suro sendiri merupakan bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang dimulai pada tanggal 1 Muharram dalam penanggalan Islam.

Malam 1 Suro memiliki makna khusus dalam budaya Jawa, di mana dipercayai sebagai malam yang memiliki berbagai mitos dan tradisi turun-temurun yang dipegang oleh masyarakat Jawa.

Malam 1 Suro dipercayai sebagai malam yang sakral dan memiliki banyak larangan serta pantangan dalam kehidupan sehari-hari.

BACA JUGA:Apakah Istri Dapat Harta Gono Gini jika Suami Selingkuh atau Sebaliknya? Begini Pembagiannya Menurut Hukum

Beberapa mitos yang berkaitan dengan malam ini antara lain berkaitan dengan larangan menikah, larangan berbicara, larangan bepergian, larangan mengadakan hajatan, larangan membangun atau pindah rumah, serta dipercayai sebagai waktu pulangnya arwah leluhur.

Pernikahan di bulan Suro (Muharram) sering dihindari, terutama di kalangan masyarakat Jawa, karena adanya mitos yang berkembang.

Konon, pernikahan pada bulan tersebut dianggap dapat membawa malapetaka dan kesialan bagi rumah tangga.

Larangan menikah di bulan Suro, khususnya pada malam 1 Suro, merupakan kepercayaan yang dipegang kuat oleh sebagian besar masyarakat Jawa yang beragama Islam.

Mereka meyakini bahwa melangsungkan pernikahan pada bulan ini akan mendatangkan kesialan kepada keluarga pengantin. 

BACA JUGA:Rekomendasi Dealer Mobil Bekas Murah di Palembang Harga di Bawah Rp 100 Juta, Kualitas Terbaik

Meskipun Tahun Baru Islam, yang jatuh pada 1 Muharram atau 1 Suro, merupakan momen sakral bagi umat Islam dan masyarakat Jawa, kepercayaan ini tetap bertahan.

Sebagian besar masyarakat Jawa memandang bulan Suro sebagai bulan priyayi, di mana hanya kalangan keraton (raja atau sultan) yang diizinkan untuk menikah. 

Meskipun tidak ada dasar agama yang mengatur larangan menikah pada bulan Suro, kepercayaan ini masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat Jawa, bahkan dengan adanya momen sakral seperti pawai obor dan lantunan sholawat Nabi Muhammad SAW yang meriah, masyarakat Jawa cenderung menghindari kemeriahan seperti pesta pernikahan pada bulan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: