Sosok Mbah Benu Viral karena Telepon Allah, Begini Caranya Mendapatkan Kepercayaan Masyarakat
Mbah Benu, pimpinan jamaah Aolia Gunung Kidul yang sedang menjadi sorotan--
Selama bertahun-tahun, Mbah Benu telah menjadi pencerahan bagi masyarakat setempat dengan mengajarkan kepercayaannya melalui pendekatan budaya lokal yang diakui.
Salah satu wujud dari pengaruhnya yang besar adalah pembangunan Masjid Aolia yang dimulai pada tahun 1984, sebuah proyek yang menggambarkan kesetiaan dan dedikasi Mbah Benu terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang ia anut.
Riwayat ini terungkap melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Mohammad Ulyan, seorang mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam di IAIN Puwokerto pada tahun 2017, dengan judul "Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang".
Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang peran dan pengaruh Mbah Benu dalam masyarakat setempat.
BACA JUGA:THR Sudah Diberikan Penuh, tapi Ini Alasan Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawannya
Masjid Aolia, sebagai salah satu hasil dari pengabdian Mbah Benu, menampilkan arsitektur yang menakjubkan, seolah-olah telah berdiri sejak abad ke-19.
Kubahnya yang berbentuk seperti kuali terbalik memberikan sentuhan unik, sementara jendela-jendela berbentuk lingkaran dengan diameter 90 cm memberikan cahaya alami yang mempesona.
Ornamen kaligrafi yang dihiasi jendela-jendela, dengan motif kuning dan hijau yang kontras, menambahkan keindahan estetik yang memikat pada struktur bangunan tersebut, menggambarkan betapa berharga warisan budaya yang dibangun oleh Mbah Benu bagi komunitasnya.
BACA JUGA:Mbah Benu Imam Masjid Aolia Gunung Kidul yang Mengaku Telepon Allah, Ternyata Berdarah Biru
"Dengan semangat dan kerja keras yang luar biasa, Masjid Aolia berhasil diselesaikan dalam waktu 2 tahun, tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1986. Upacara peresmiannya diadakan dengan cara yang unik dan berkesan selama tiga hari berturut-turut. Acara dimulai dengan penampilan Pentas Orkes Dangdut Rakonsa dari Jogjakarta pada hari pertama, dilanjutkan dengan Pentas Tari dari Hotel Ambarukmo pada hari kedua, dan kemudian atraksi Pencak Silat antara KH. Ibnu Hajar dan Ibu Warini (istri KH. Ibnu Hajar) pada hari ketiga. Acara ditutup dengan pengajian yang dipimpin oleh Kyai Abu Tauhied MS, Pengasuh Ponpes Minhajul Muslimin, dari Sapen, Yogyakarta," demikianlah yang tercatat dalam Tesis tersebut.
Penampilan orkes Dangdut sengaja dihadirkan dengan tujuan untuk menarik perhatian, terutama dari kalangan anak muda, sebagai bagian dari strategi sosialisasi keberadaan masjid yang baru saja selesai dibangun.
Pemilihan ini dilakukan karena pada saat itu, pada tahun 1984, memberikan pengajian langsung tanpa membangun minat dan kebiasaan di kalangan masyarakat yang belum terbiasa mengunjungi masjid dapat menjadi sulit.
Oleh karena itu, kehadiran tontonan musik Dangdut diharapkan dapat menjadi daya tarik yang efektif untuk mengundang partisipasi lebih banyak orang dalam acara peresmian masjid.
"Ada alasan berkaitan dengan acara yang tidak lazim berkaitan dengan peresmian masjid. Masjid, menurut KH. Ibnu Hajar diharapkan dapat menjadi “rumah kedua” bagi masyarakat. Dangdut merupakan tontonan yang menyedot banyak orang, terutama anak-anak muda. Dalam konteks ini, pentas musik dangdut digunakan sebagai media sosialisasi keberadaan masjid yang baru saja selesai dibangun,"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: