Pahlawan Nasional RI Asal Sumatra yang Turut Andil Membebaskan Indonesia dari Cengkeraman Penjajah
Nama pahlawan nasional RI asal Sumatra--
NASIONAL, RBTVCAMKOHA.COM – Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 km². Pulau Sumatera terbagi menjadi 10 provinsi yakni Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumtera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung.
BACA JUGA:6 Tokoh Pahlawan Asal Sumatra yang Turut Membawa Indonesia Menuju Kemerdekaan
Sumatra mempunyai peranan yang sangat besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Banyak sekali pejuang kemerdekaan dari Sumatera yang juga turut andil untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman para penjajah untuk mencapai proklamasi kemerdekaan, juga banyak juga dari mereka yang melanjutkan perjuangan pasca kemerdekaan.
BACA JUGA:Menolak Lupa! Ini Sejarah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 Beserta Tokoh Penting di Baliknya
Berikut ini merupakan nama-nama pahlawan nasional dari Sumatra beserta dengan biografi singkatnya.
1. Mohammad Hatta
Beliau merupakan tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia yang menjadi pendamping dari Ir.Soekarno sebagai wakilnya untuk menjadi presiden pertama Indonesia pasca kemerdekaan.
Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Fort de Kock, Bukittinggi. Ayahnya bernama Muhammad Djamil dan ibunya bernama Siti Saleha. Beliau merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Barat.
Mohammad Hatta juga merupakam seorang ekonom yang sangat handal dan juga dikenal hingga masa kini sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Beliau sangat senang membaca, bahkan ketika sedang dalam pengasingan beliau selalu membawa buku–bukunya kemanapun beliau pergi.
BACA JUGA:Gubernur Rohidin Terima Award 'Apresiasi Tokoh Indonesia 2024' dari Tempo Media Group
2. Sultan Mahmud Badaruddin II
Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767 dan wafat di Ternate pada 26 September 1852, beliau merupakan pemimpin Kesultanan Palembang Darussalam yang berkuasa selama dua periode yakni 1803–1813 dan 1818–1821.
Sultan Mahmud Badaruddin II memerintah setelah ayahnya yaitu Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) wafat. Memiliki nama kecil yakni Raden Hasan Pangeran Ratu, beliau beberapa kali menjadi pemimpin dalam pertempuran untuk melawan penjajahan Inggris dan Belanda.
Salah satu yang paling terkenal ialah Perang Menteng. Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap pada 14 Juli 1821 saat Belanda menguasai Palembang dan beliau diasingkan ke Ternate. Gelar pahlawan nasional diberikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Oktober 1984.
BACA JUGA:Sudah Tahu Belum, Ini 3 Tokoh Paskibraka Pertama Indonesia, Pernah Dengar Namanya?
3. Sisingamangaraja XII
Raja yang berasal dari Sumatera Utara ini ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada 9 November 1961. Ia merupakan seorang pemimpin yang sangat populer dalam masyarakat Batak.
Raja Sisingamaraja XXI mulai memimpin pada tahun 1876 dan menggantikan ayahnya yang memiliki gelar sebagai Sisingamangaraja XI.
Penobatannya sebagai Raja ke 12 dilakukan bersamaan pada saat masuknya Belanda ke Sumatera Utara, yang lalu berusaha untuk melakukan monopoli perdagangan di daerah Bakkara.
Serangan Belanda ini, lalu memicu terjadinya perang yang berlangsung hingga puluhan tahun. Pasca Bakkara jatuh ke tangan Belanda, Sisingamangaraja XII akhirnya gugur ditembak oleh pihak Belanda di daerah Dairi.
BACA JUGA:Tokoh Agung dan Mulia, Siapa Wali Qutub di Indonesia?
4. Fatmawati
Fatmawati merupakan salah satu wanita dengan gelar pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera, tepatnya Bengkulu serta menjadi salah satu istri dari Ir. Soekarno, Presiden RI pertama. Beliau lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923 dan wafat di Kuala Lumpur, Malaysia pada usia 57 tahun.
Fatmawati adalah ibu negara pertama sejak 1945 hingga 1967 dan sangat dikenal akan jasanya yakni menjahit bendera Merah Putih yang dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Gelar pahlawan nasional wanita diberikan oleh pemerintah Indonesia pada 4 November 2000.
BACA JUGA:Mengenal Tokoh Sufi, Merekalah Tokoh dengan Konsep Tasawuf yang Monumental
5. Tuanku Imam Bonjol
Nama asli dari tokoh yang sangat terkenal sebagai pahlawan nasional dari Sumatera ini ialah Muhammad Shahab. Beliau juga dikenal dengan nama Malim Basa dan Peto Syarif.
Beliau lahir di Bonjol, Pasaman pada tahun 1772 dan meninggal pada 6 November 1864 di Lotak, Pineleng, Minahasa. Keluarganya datang dari Sungai Rimbang, Suliki, Limapupuh Koto.
Beliau merupakan sosok pemimpin dalam sejarah Perang Padri (1803-1838) yang sangat populer.
Meski demikian, Tuanku Imam Bonjol berhasil ditangkap oleh pihak Belanda dan kemudian dibuang ke berbagai macam tempat pengasingan di Indonesia. Gelar pahlawan nasional ditetapkan oleh pemerintah Indonesia kepada beliau sejak tanggal 6 November 1973.
BACA JUGA:7 Tokoh Ilmuwan Muslim yang Penemuannya Mengubah Dunia
6. Tuanku Tambusai
Pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera berikutnya ialah Harimau Paderi Dari Rokan yang lebih populer dengan nama Tuanku Tambusai.
Beliau berasal dari Riau, lahir di Rokan Hulu pada 5 November 1784, dan berjuang di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya hingga 15 tahun untuk melawan penjajahan Belanda.
Beliau merupakan seorang yang sulit untuk dikalahkan, pantang menyerah dan tak mau berdamai dengan pihak Belanda sedikitpun. Karena sikap keras dan teguh, beliau menolak ajakan damai yang diajukan Kolonel Elout.
Hingga pada akhirnya, tanggal 28 Desember 1838 benteng Dalu – Dalu diserang dan jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Tambusai melarikan diri melalui pintu rahasia ke Saremban, Negeri Sembilan, Malaysia dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya.
7. Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 dan wafat di Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; beliau dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Cut Nyak Dhien merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh dan berjuang untuk melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Pasca wilayah VI Mukim diserang, beliau mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga melanjutkan pertempuran untuk melawan Belanda. Tewasnya Ibrahim Lamnga di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878, pada akhirnya membawa Cut Nyak Dhien menjadi lebih jauh dalam perlawanannya terhadap Belanda.
Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah dengan Teuku Umar, setelah sebelumnya beliau telah dijanjikan untuk bisa ikut turun di medan perang apabila menerima lamaran tersebut.
Dari pernikahan ini Cut Nyak Dhien dikaruniai seorang anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dhien bersama dengan Teuku Umar bertempur bersama untuk melawan Belanda. Akan tetapi, pada tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar gugur.
Gugurnya Teuku Umar membuay Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama dengan pasukan kecilnya. Usia Cut Nyak Dien yang pada masa itu sudah relatif tua dan kondisi tubuh yang diserang oleh berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaan beliau atas dasar iba.
Cut Nyak Dhien akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana, beliau dirawat dan penyakitnya mulai membaik.
Keberadaan dari Cut Nyak Dhien yang dianggap oleh Belanda masih memberikan pengaruh kuat pada perlawanan rakyat Aceh dan hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuat beliau kemudian diasingkan ke daerah Sumedang.
Cut Nyak Dhien akhirnya wafat pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di daerah Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien pada masa kini diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya di Meulaboh.
BACA JUGA:Tokoh PKI Misterius di G30S Sjam Kamaruzaman, Punya 5 Nama Samaran dan Dianggap Pengkhianat
8. Raja Ali Haji (RAH)
Raja Ali Haji merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Riau dan dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia. Beliau terkenal dengan melalui karya sastranya yang berjudul Gurindam Dua Belas.
Gelar pahlawan nasional dianugerahkan oleh pemerintah Indonesia yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 November 2004.
Raja Ali Haji lahir pada tahun 1808 di Selangor, beliau merupakan putra Raja Ahmad dan cucu dari Raja Haji Fisabilillah, juga saudara Raja Lumu yakni sultan pertama Selangor.
Beliau juga merupakan keturunan dari prajurit Bugis yang datang pada abad ke 16 di Riau. Beliau mendapatkan ilmu bahasa pada tahun 1822 saat mengikuti ayahnya ke daerah Batavia, lalu mempelajari ilmu bahasa Arab dan agama di kota Mekkah pada tahun 1828.
Pada 1845, Raja Ali Haji menjadi penasihat agama di Kesultanan Riau Lingga serta sangat produktif untuk berkarya dalam bidang sastra, pendidikan, dan kebudayaan.
Gurindam Dua Belas dibuat pada tahun 1846 dan dipublikasikan oleh E.Netscher pada tahun 1854. Bustan al-Kathibin, karya berikutnya, ditulis pada tahun 1857 di Batavia. Kitab Pengetahuan Bahasa yang ditulis oleh beliau menjadi acuan bahasa Melayu yakni Kamus Loghat Melayu Johor Pahang Riau Lingga.
Kamus Loghat Melayu Johor Pahang Riau Lingga merupakan kamus bahasa pertama di Indonesia pada waktu itu serta ditetapkan sebagai pedoman untuk bahasa Indonesia pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.
Beliau wafat antara tahun 1872-1873 dan dimakamkan di pemakaman Engku Putri Raja Hamidah.
BACA JUGA:6 Karakter Tokoh Wayang Kulit yang Terkenal Sakti, Salah Satunya Gatotkaca Bisa Terbang Tanpa Sayap
9. A.M Thalib
A,M Thalib merupakan tokoh militer Indonesia yang lahir di Palembang, 23 Februari 1922 hingga wafat di Jakarta pada 17 Juni 2000. Selain sebagai tokoh militer, beliau pernah menjadi jurnalis dan juga wirausaha.
A.M Thalib bersama dengan rakyat dan pejuang Sumatera Selatan mengangkat senjata melawan pasukan Belanda yang tengah melakukan agresi militer pada tahun 1949.
Pada masa itu beliau beserta dengan jajaran militer Sumatra Selatan melaksanakan gerakan bumi hangus.
Gerakan bum hangus artinya seluruh fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh Belanda akan dihancurkan total termasuk dengan gedung, jalan raya, jembatan, dan bahkan kebun–kebun.
Selain itu, beliau juga menolak ajakan Dewan Banteng untuk memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat di Jakarta. Pasca kemerdekaan, A.M Thalib kerap terlibat dalam bidang politik dan sosial di pemerintahan.
BACA JUGA:Ternyata Ini Universitas Pertama di Dunia, Beberapa Tokoh Penting Dalam Sejarah Sekolah di Sini
10. Sultan Thaha Syaifuddin
Sultan Thaha Saifuddin lahir di Tanah Pilih, Kesultanan Jambi, 1816 dan wafat di Betung Bedarah, Tebo, 26 April 1904.
Beliau merupakan seorang sultan terakhir dari Kesultanan Jambi pada 1855 sekaligus Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau dilahirkan di Keraton Tanah pilih Jambi pada pertengahan tahun 1816.
Saat kecil, beliau kerap dipanggil Raden Thaha Ningrat serta bersikap layaknya seorang bangsawan yang rendah hati dan senang bergaul dengan rakyat biasa.
Sultan Thaha Syaifuddin menolak untuk memperbarui perjanjian yang diberlakukan pada para pendahulunya oleh pihak Belanda, yang melakukan invasi Jambi pada tahun 1858 serta memberlakukan serangkaian peraturan di bawah kendali Belanda, memerintah sebagian besar kesultanan hingga tahun 1899.
Beliau, dengan berbagai cara, terus mengklaim kesultanan serta menguasai bagian-bagiannya yang sulit dijangkau hingga pada akhirnya, beliau dibunuh oleh tentara Belanda.
Ketika masa pertempuran di Sungai Aro, jejak Sultan Thaha tak lagi diketahui oleh rakyat umum, kecuali oleh pembantunya yang sudah sangat dekat. Sultan Thaha Syaifuddin meninggal pada tanggal 26 April 1904.
Beliau dimakamkan di Muara Tebo, Jambi. Namanya diabadikan sebagao Bandar Udara Sultan Thaha di Kota Jambi dan dijadikan sebagai nama dari salah satu perguruan tinggi di Jambi UIN Sultan Thaha Saifuddin.
BACA JUGA:Daftar Pahlawan Nasional Indonesia, Punya Gelar Berbeda
11. Raden Inten II
Raden Inten II merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera. Beliau lahir di Negara Ratu, Lampung pada 1834 dan wafat pada 5 Oktober 1856 pada usia 22 tahun. Raden Inten II adalah Raja di Negara Ratu yang pada masa kini dikenal sebagai Provinsi Lampung.
Raden Inten II selalu berjuang demi kemakmuran rakyat Lampung serta melawan penjajah Belanda. Beliau masih termasuk ke dalam garis keturunan Sunan Gunung Jati atau Fatahillah. Raden Inten II ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 23 November 1986.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: