Bolehkah Seorang Istri Meminta Bercerai? Berikut Penjelasannya

Minggu 18-06-2023,15:53 WIB
Reporter : Tim liputan
Editor : Purnama Sakti

Adapun di Indonesia permintaan fasakh nikah oleh istri karena ditinggal pergi oleh suami tanpa kejelasan dan izin dari istri dapat diajukan ketika telah ditinggal pergi selama dua tahun. Hal ini sebagaimana dalam Pasal 39 UU.No.1/1974 jo. 

 

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang berbunyi “Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena ada hal lain yang di luar kemampuannya.” 

 

Adapun fasakh nikah karena cacat fisik juga telah tercantum dalam Pasal 39 UU.No.1/1974 jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang berbunyi “Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri”. 

 

Sedangkan, fasakh nikah karena suami murtad juga telah tercantum dalam Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.” 

 

4. Istri melaporkan kepada hakim terkait pertikaian ataupun bahaya yang dialami oleh istri dari perbuatan suaminya

Menurut ulama mazhab Syafi’I, hakim harus menasihati suami agar merubah sikapnya kepada istri dan hakim juga berhak menghukum (takzir) suami seandainya ia tidak merubah sikapnya terhadap istri. 

 

BACA JUGA:Catat, Ini 10 Dosa Besar Seorang Istri kepada Suami

Seandainya perselisihan diantara suami dan istri bertambah parah, maka hakim dapat mengangkat satu perwakilan dari pihak suami dan satu perwakilan dari pihak istri untuk memusyawarahkan permasalahan keduanya atas izin suami dan istri. Konsepnya adalah suami mewakilkan kewenangan menjatuhkan talak dan menerima khulu’ kepada perwakilan dari keluarganya, sedangkan istri mewakilkan kewenangan mengajukan khulu’ kepada perwakilan dari keluarganya. 

 

Maka, kesepakatan perwakilan dari suami dan istri berhak memberikan keputusan talak, khulu', maupun tetap melanjutkan pernikahan suami dan istri tersebut. (Asy-Syirbini Muhammad bin Ahmad, Mughni Muhtaj ila Ma’rifati Alfadz Minhaj, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 1994 M], juz IV, halaman 429). 

 

Kategori :