Pasukan Raiders melakukan serangkaian operasi kilat penumpasan DI/TII, yaitu Operasi Gerakan Banteng Negara (OGBN) di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, kemudian diganti oleh Letnan Kolonel M. Bachrun, dan selanjutnya dipegang oleh Letnan Kolonel A. Yani.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah berakhir pada 1954. Sementara untuk mengatasi pembelotan Batalyon 624, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.
Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh terjadi pada 20 September 1953 yang dipimpin oleh Daud Beureueh. Ia adalah pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang Agresi Militer Belanda I.
Pemberontakan ini berawal dengan adanya pernyataan proklamasi terkait berdirinya NII di bawah kuasa Kartosuwiryo. Hal ini kemudian didukung dengan kekecewaan yang dirasakan oleh para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh.
Salah satu alasan kekecewaan mereka adalah Presiden Soekarno dianggap berbohong setelah menjanjikan Aceh boleh menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi salah satu provinsi Indonesia.
Daud memutuskan melakukan pemberontakan dan menyatakan diri bergabung dengan DI/TII yang dipelopori Kartosuwiryo. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara militer dan diplomasi.
Operasi militer dilakukan dengan melakukan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka. Sementara itu, cara diplomasi dilakukan dengan mengirim utusan ke Aceh untuk berdiskusi dengan Daud Beureueh.