Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio saat berbicara pada diskusi daring ‘Nggosipin Tionghoa Yuk!’ mengutarakan, sudah sepantasnya rumah Sie Kong Lian disimak bukan sebatas kenangan belaka. Melainkan sebagai saksi dan bagian sejarah Bangsa Indonesia.
“Dan saya pikir tidak sepatutnya kita melupakan apa yang dicita-citakan Pak Sie. Karena itu sudah saatnya kita tidak hanya memperingati Sumpah Pemuda tapi bagaimana proses Sumpah Pemuda itu,” tutur Junus.
Dari rumah Sie, pemuda dengan beragam latar merembuk kondisi bangsa dan merumuskan persatuan. Simpul-simpul gerakan itu menyala hingga kemudian di rumah ini pula Sumpah Pemuda pertama kali diikrarkan pada 28 Oktober 1928.
“Mereka ada yang menamakan Jong Sumatra, Jong Java, dan lain-lain, yang sebetulnya isinya macam-macam. Misalnya Jong Sumatra, tidak hanya orang Batak, tapi ada Melayunya, juga Tionghoa. Jong Java juga demikian. Dan semangat [persatuan] inilah yang kemudian menyatukan orang-orang ini berkumpul di rumah keluarga Sie. Dan di rumah keluar Sie inilah mereka menyatakan, kita ingin mendirikan negara yang namanya Indonesia. Dan baru 1945 terjadi,” ungkap Junus Satrio.
Sie Kong Lian bukan satu-satunya orang Tionghoa yang berperan di pusaran Sumpah pemuda. Beberapa orang yang juga disebut di antaranya Kwee Thiam Hong (Jong Sumatrenan Bond), Djohan Mohammad Tjai (Jong Islametan Bond), Oey Kay Siang, Liaw Tjon Hok, dan Tjio Djien Kwie yang tidak diketahui asal organisasinya.
Peran Wartawan Keturunan Tionghoa juga sangat besar dalam kemerdekaan Indonesia, dimana saat itu ada sebuah media bernama SinPo, dan Majalah inilah yang pertama kalinya memuat lirik Lagu Indonesia Raya.
Peran orang Tionghoa tidak sebatas pada rumah indekos milik Sie Kong Lian. Anda juga perlu mengenal SinPo, majalah Tionghoa yang mencetak dan menyebarluaskan lirik lagu serta partitur lagu kebangsaan Indonesia –judul awal Indonesia Raya– dalam satu halaman lengkap.
Wage Rudolf Supratman atau W.R Supratman, pencipta lagu kebangsaan Indonesia [Raya] pertama kali melantunkan lagu dengan iringan biola, saat sumpah pemuda 28 Oktober 1928.
Agar dikenal luas, ia pun mengirimkan lirik dan partitur lagu Indonesia [Raya] ke beberapa surat kabar yang ada saat itu. Sayangnya, tawaran itu berbuah penolakan.
Tak patah arang, ia lantas menawarkan lirik dan partitur lagu ke SinPo–media di mana ia menjadi koresponden aktif. Usai memperdengarkan lagu di hadapan Direktur SinPo, Ang Yan Goan, lirik dan partitur pun dijanjikan terbit di SinPo edisi mingguan. Surat kabar ini menjadi satu-satunya media massa yang saat itu mencetak partitur lagu berjudul Indonesia [Raya].
BACA JUGA:Mesin Mobil Susah Dinyalakan di Pagi Hari? Segera Cek 5 Komponen Ini
SinPo sendiri disebut-sebut memiliki peran penting dalam sejarah pergerakan nasional. Surat kabar yang berdiri pada 1910 ini didirikan orang-orang Tionghoa dalam perjalanannya menyuarakan nasionalisme Tiongkok. SinPo juga lantang menyuarakan gerakan bumi putera yang menyuarakan persatuan kebangsaan.
“Bagaimana publikasi lagu Indonesia [Raya] , itu partitur pertamanya dicetak oleh majalah SinPo pada 10 November 1928,” ungkap Udaya Halim, Budayawan yang juga Founder Museum Benteng Heritage.
Selain itu ada pula peran Yo Kim Tjan dalam Merekam Lagu Indonesia Raya
Bukan saja perkara penyebarluasan lirik dan partitur lagu Indonesia [Raya]. Peran lain orang Tionghoa juga tercatat pada perekaman Lagu Indonesia [Raya].
Pada 1927, W.R Supratman meminta Yo Kim Tjan (Johan Kertajasa), pemilik orkestra ‘Populair’ untuk membantunya merekam lagu Indonesia [Raya]. Dalam orkestra ini, Supratman menjadi pemain biola.