Meskipun tidak semua wilayah, terutama pedalaman, mengadopsi tradisi Lebaran Ketupat secara kuat, beberapa daerah seperti Kudus, Pati, dan Rembang masih mempertahankan kebiasaan ini sebagai bagian dari identitas mereka.
Meskipun demikian, secara substansial, baik Lebaran Ketupat maupun Hari Raya Idul Fitri memiliki makna yang sama bagi umat Islam di Indonesia.
Namun, sejarah ketupat jauh lebih tua dari kedatangan Islam di Indonesia. Sebelum kedatangan agama Islam, ketupat sudah dikenal oleh masyarakat Jawa dan Bali sebagai simbol keberuntungan dan rasa syukur kepada Dewi Sri, Dewi pertanian dan kesuburan dalam mitologi Hindu.
Masyarakat sering menggantungkan ketupat di depan rumah mereka sebagai lambang keberuntungan dan perlindungan.
Ketupat, atau dalam bahasa Jawa dan Sunda disebut "Kupat", bukan hanya sekadar makanan yang lezat dan menjadi bagian penting dari tradisi perayaan, tetapi juga memiliki makna mendalam yang tercermin dalam budaya dan nilai-nilai masyarakat.
BACA JUGA:9 Makanan Khas Jawa yang Disajikan Dihari Lebaran, Salah Satunya Ketupat
Dalam bahasa Jawa, "Kupat" berasal dari akronim "ngaku lepat", yang mengandung arti penting untuk mengakui kesalahan.
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud menjelaskan bahwa "Kupat" juga diartikan sebagai "laku papat" atau empat laku yang tercermin dari empat sisi ketupat itu sendiri.
BACA JUGA:Asal Usul Kupat Tahu, Makanan Khas Indonesia yang Memiliki Sejarah yang Kaya
Keempat sisi ketupat mencerminkan makna yang mendalam:
- Lebaran: Mewakili pintu ampun yang dibuka untuk orang lain.
- Luberan: Melambangkan kemurahan hati dan memberi sedekah kepada yang membutuhkan.
- Leburan: Bermakna melebur dosa yang dilalui selama satu tahun.
- Laburan: Merupakan kata lain dari 'kapur' yang menggambarkan proses menyucikan diri atau kembali suci seperti bayi.
BACA JUGA:Oh Ternyata Ini Asal Usul Ketupat hingga Menjadi Simbol dan Makanan Khas Lebaran
Selain itu, daun kelapa muda yang digunakan untuk membungkus ketupat disebut "janur", yang secara etimologis dapat diartikan sebagai "Jannah Nur" atau "Cahaya Surga", atau dalam bahasa Jawa "Jataning Nur" yang berarti "Hati Nurani". Ini mencerminkan konsep saling memaafkan dan kembali ke fitrah atau kesucian.
BACA JUGA:Silaturahmi dengan Masyarakat, Gubernur dan Wagub Kompak Gelar Open House
Bentuk segi empat ketupat yang khas juga memiliki makna yang dalam. Ini menggambarkan prinsip "kiblat papat, limo pancer", yang artinya "ke mana pun manusia melangkah, pasti akan kembali pada Allah".
Sementara itu, empat sisi ketupat juga melambangkan empat macam nafsu dasar manusia yang dikendalikan selama puasa: amarah, lawamah, sufiah, dan muthmainah.