Iklan RBTV Dalam Berita

Punya 3 Tahi Lalat, Itu Ciri-ciri Keturunan Prabu Siliwangi yang Sakti Mandraguna, Selamat!

Punya 3 Tahi Lalat, Itu Ciri-ciri Keturunan Prabu Siliwangi yang Sakti Mandraguna, Selamat!

prabu siliwangi--

Karena itu, ia berhak menyandang gelar Sri Baduga Maharaja. Sementara dalam perilakunya, ia merepresentasikan pribadi, Wastukancana, kakeknya (w. 1475 M).

Jayadewata memang sangat layak dikenang segenap orang Sunda. Hingga sekarang kita bangga disebut sebagai seuweu-siwi Siliwangi. Keagungannya itu antara lain ditandai oleh kemampuannya menyatukan kembali kerajaan Sunda. Setelah Wastukancana wafat, kerajaan terbagi dua.

Anak sulungnya, Susuktunggal (Sang Haliwungan), bertakhta di Pakuan (Bogor), sementara anaknya yang lain, Dewa Niskala (Ningrat Kancana), berkedudukan di Kawali (Ciamis). Lalu datanglah cobaan besar pada tahun 1478 M, ketika Majapahit diserang Demak.

Sejumlah pembesar dari timur melarikan diri ke arah barat, meminta suaka kepada penguasa Kawali. Di antara pengungsi itu terdapat Raden Baribin (putra Brawijaya IV) dan seorang "istri larangan" (gadis yang sudah bertunangan).

BACA JUGA:Suka Begadang dan Melamun? Selamat, Anda Termasuk Orang Cerdas, Ini Penjelasannya

Dalam hukum Sunda, perempuan seperti itu "haram" dinikahi kecuali tunangannya sudah meninggal atau pertunangannya dibatalkan. Namun Dewa Niskala tetap menikahi "istri larangan" itu dan Raden Baribin dijadikan menantunya, dinikahkan dengan Ratu Ayu Kirana.

Tindakan Dewa Niskala itu membuat keluarga keraton dan Susuktunggal marah. Mereka menganggapnya telah melanggar hukum yang berlaku dan "tabu kerajaan".

Sebagaimana diketahui, setelah peristiwa Bubat, keluarga Keraton Kawali ditabukan menikah dengan keluarga dari Majapahit. Maka perbuatan Dewa Niskala dianggap sebagai pelanggaran yang tidak bisa dimaafkan. Di tengah suasana genting itulah, Jayadewata tampil sebagai penengah.

Ia mewarisi kerajaan dari ayah dan mertuanya tahun 1482 M. Oleh karena itu, ia dinobatkan dua kali, di Kawali dan Pakuan, serta memperoleh dua gelar, Prabu Guru Dewataprana dan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

Harta karun Siliwangi Salah satu harta karun paling berharga dari Prabu Siliwangi ialah naskah bernama Sanghyang Siksa Kangda ng Karesian (SSKK). Naskah ini ditulis pada tahun 1518. Naskah ini secara jelas memaparkan apa yang harus dilakukan oleh pemimpin (menak) dan rakyat (somah), jika ingin meraih keunggulan. Menegaskan apa yang bisa membuat tugas hidup kita di dunia ini paripurna.

BACA JUGA:Cukup Jangan Ulangi, 9 Kebiasaan Ini Bikin Sulit Kaya dan Sukses, Nomor 7 Sering Terjadi

Sayangnya, sampai sekarang belum ada kupasan optimal atas naskah ini setelah ditransliterasi oleh Atja dan Saleh Danasamita tahun 1981. SSKK adalah penjelasan dari Amanat Galunggung/AG (+ 1419 M). AG ditulis sebagai nasihat Prabu Darmasiksa kepada putranya, Sang Lumahing Taman. Dalam AG tercatat bahwa nasihat-nasihat itu bersumber kepada tokoh nu nyusuk na Galunggung (yang membuat parit di Galunggung).

Menurut prasasti Geger Hanjuang, pada tahun 1033 Saka atau 1111 M, Batari Hyang membuat parit pertahanan. Di rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung. Tepatnya di Rumantak, Linggawangi (sekarang Leuwisari, Singaparna, Tasikmalaya). Tokoh Batari Hiyang inilah yang dianggap telah mengodifikasi petuah-petuah yang kelak menjadi AG dan SSKK.

Menurut Ayatrohaedi (2001), dalam bagian pertama naskah ini tercatat Dasakrjta sebagai pegangan orang banyak, dan bagian kedua disebut Darmapitutur berisi hal-hal berkenaan dengan pengetahuan yang seyogianya dimiliki oleh setiap orang agar dapat hidup berguna di dunia.

Uraian naskah itu tampak didasarkan kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan bernegara. Atau dalam bahasa Atja dan Saleh Danasasmita (1981), naskah tersebut berisi aturan hidup warga negara (citizenship).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: