Iklan dempo dalam berita

Puasa Asyura 10 Muharram, Berikut Keutamaan, Bacaan Niat dan Sejarahnya

Puasa Asyura 10 Muharram, Berikut Keutamaan, Bacaan Niat dan Sejarahnya

Puasa Asyura 10 Muharram, Berikut Keutamaan, Bacaan Niat dan Sejarahnya--Foto: ist

1. Membaca niat puasa sunnah Asyura. Niat dapat dibaca pada malam hari sebelum masuk subuh. Niat ini sebaiknya dibaca secara lisan.

2. Utamakan makan sahur dilakukan saat menjelang masuk waktu subuh atau sebelum imsak.

3. Melaksanakan puasa dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan, seperti makan, minum dan sebagainya. Menahan diri ini dilakukan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

BACA JUGA:Catat! Ini Jadwal Lengkap Puasa Muharram 1446 H Tahun 2024, Jangan Sampai Terlewat

4. Menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, contohnya berkata kotor, menggunjing orang, dan segala perbuatan dosa lainnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعِ وَالْعَطَشِ (رواه النسائي وابن ماجه من حديث أبي هريرة)

 

Artinya: "Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan kehausan." (HR an-Nasa'i dan Ibnu Majah dari riwayat hadits Abu Hurairah ra). (Abul Fadl al-'Iraqi, al-Mughni 'an Hamlil Asfâr, [Riyad: Maktabah Thabariyyah, 1414 H/1995 M], juz I, halaman 186)

5. Segerakan berbuka puasa saat tiba waktu Maghrib.

BACA JUGA:Ini Niat Puasa Sunnah Bulan Dzulhijjah, Arafah dan Tarwiyah, Simak Keutamaannya

Sejarah Pelaksanaan Puasa Asyura

Awalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa Asyura ketika masih berada di Makkah, dan pada saat itu beliau tidak memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun, ketika beliau tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi melaksanakan puasa Asyura dan memuliakan hari tersebut. Maka, beliau pun ikut berpuasa pada hari itu dan memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Puasa Asyura diwajibkan pada masa itu, namun setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, puasa Asyura berubah menjadi sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat ditekankan), dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi memerintahkan secara khusus untuk melaksanakannya.

Ibnu ’Umar -radhiyallahu ’anhuma- mengatakan,

أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

“Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: