Iklan RBTV Dalam Berita

Mahasiswi Tewas di Kamar Kost Gegara Lakukan Aborsi, Sang Pacar Ditangkap Polisi

Mahasiswi Tewas di Kamar Kost Gegara Lakukan Aborsi, Sang Pacar Ditangkap Polisi

Mahasiswi Tewas Gegara Aborsi--

Obat yang dikonsumsi korban, Invitec, mengandung zat aktif misoprostol yang biasanya digunakan dalam tindakan medis untuk merangsang kontraksi rahim.

Misoprostol merupakan obat keras yang hanya boleh digunakan dengan resep dokter. Namun, dalam kasus ini, korban mendapatkan obat tersebut tanpa pengawasan medis dan mengonsumsinya atas paksaan dari pacarnya.

"Obat ini dapat menyebabkan keguguran dalam 1 hingga 4 jam setelah dikonsumsi, dan harus dibeli menggunakan resep dokter," tambah Bayu.

Ironisnya lagi, Polisi juga mengungkap bahwa aborsi yang dilakukan korban bukanlah yang pertama kali.

BACA JUGA:La Nina di Indonesis Diprediksi Sampai Maret 2025, Apa Dampaknya Terhadap Sektor Perikanan?

Sebelumnya, JA sudah melakukan dua kali aborsi pada April dan November 2023, di mana ia juga menggunakan obat yang sama, yaitu Invitec dan Sitotec.

Peran Pacar Korban

Setelah memeriksa ponsel korban, polisi menemukan percakapan antara JA dan pacarnya yakni FI, yang mengindikasikan bahwa FI mendesak korban untuk melakukan aborsi.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa FI lah yang menyediakan obat aborsi tersebut kepada korban.

Bahkan, FI mendorong korban untuk mengonsumsi obat tersebut sehari sebelum kematiannya, yaitu pada Jumat, 18 Oktober 2024.

"Berdasarkan komunikasi pribadi yang kami temukan, tersangka FI mendorong korban untuk mengonsumsi obat-obatan tersebut sejak hari Jumat, atau satu hari sebelum kejadian," jelas Kapolres Bayu.

Tekanan dari FI yang memaksa korban untuk aborsi inilah yang menjadi pemicu utama kematian tragis korban.

BACA JUGA:Terseret Air Bah, Sepeda Motor Warga Desa Simpang Hanyut saat Menyebrang

Tersangka dan Jeratan Hukum

Atas perbuatannya, FI kini ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. FI dijerat dengan Pasal 428 Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana aborsi. Ancaman hukuman yang diberikan kepada FI tidak main-main, yakni maksimal delapan tahun penjara.

"Atas kejadian ini, FI telah resmi menjadi tersangka dan akan menghadapi ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara," ungkap Bayu.

Kasus ini pun menjadi sorotan karena memperlihatkan risiko besar dari tindakan aborsi ilegal, terutama yang dilakukan di luar pengawasan tenaga medis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: