Iklan RBTV Dalam Berita

3 Penyebab Perusahaan Legendaris Tekstil Stitex Bangkrut

3 Penyebab Perusahaan Legendaris Tekstil Stitex Bangkrut

Perusahaan tekstil legendaris bangkrut --

Sritex juga dipercaya NATO sebagai salah satu pemasok seragam militernya. Saat pandemi Covid-19 melanda, perusahaan bergerak cepat menangkap peluang bisnis dengan memproduksi jutaan masker.
Pabrik Sritex dibangun menjadi perusahaan tekstil terpadu dengan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 1976.

Kedekatan Muhammad Lukminto dengan penguasa Orde Baru Presiden Soeharto kala itu, disebut-sebut membuat bisnis Sritex berkembang sangat pesat karena banyak menerima pesanan dari pemerintah untuk pembuatan seragam ASN, TNI, dan Polri.
Di tahun 1992, pembangunan pabrik baru Sritex diresmikan oleh Soeharto bersamaan dengan acara perluasan bersama 275 usaha kelompok aneka industri yang dipusatkan di lokasi Sritex, Sukoharjo.

BACA JUGA:Duh! Daftar 9 Negara dengan Utang Terbanyak, Ada Indonesia?

Nama Sritex semakin dikenal ketika perusahaan tekstil ini menekan kontrak pembuatan seragam NATO dari Angkatan Perang Jerman di tahun 1997, seperti diberitakan oleh Harian Kompas, 21 Desember 1998.
Hingga tahun 1998, jumlah pesanan seragam tersebut mencapai sekitar satu juta peach stell (PS). Kontrak yang sama juga dilakukan PT Sritex dengan Angkatan Perang Inggris yang memesan seragam NATO sebanyak 400.000 PS.

Selain itu, Papua Nugini juga memesan seragam polisi sebanyak 50.000 PS pada Sritex. Tak ketinggalan, seragam Kantor Pos Jerman juga memesan sebanyak satu juta PS. Saat ini, produk Sritex telah digunakan oleh pasukan militer lebih dari 30 negara.

BACA JUGA:Remaja Berseragam Sekolah Tewas Diduga Lompat dari Rooftop Mall, Tinggalkan Secarik Kertas Memilukan

D. Dipakai Mode Dunia

Bukan hanya militer, produk Sritex juga digunakan pemain mode dunia, seperti Guess dan H&M. Sementara itu, pada 2001, Sritex berhasil selamat dari krisis moneter yang melanda pada 1998.

Perusahaan juga berhasil melipatgandakan pertumbuhan sampai delapan kali lipat dibanding saat pertama kali terintegrasi pada 1992. Pada 2013, Sritex secara resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode ticker dan SRIL.

Guna mendukung kegiatan bisnisnya, perusahaan ini mendirikan kantor perwakilan di Jakarta dan dua kantor pemasaran (marketing) masing-masing di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur.

BACA JUGA: Bank Bengkulu Terima Penghargaan Top 20 Financial Award Institutoins 2024

E. Ekspansi bisnis dan olahraga

Tidak hanya bidang tekstil, Sritex turut melebarkan sayap bisnisnya di bidang serat rayon. PT Rayon Utama Makmur (RUM) merupakan pabrik serat rayon di bawah Sritex yang berlokasikan di Sukoharjo.

Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 80 ribu-90 ribu ton serat rayon per tahun, seperti diberitakan Harian Kompas, 27 Oktober 2017.
Namun, PT RUM sempat bermasalah karena limbah cair pabrik membuat sejumlah warga mengalami gangguan kesehatan.

Sritex di bawah bendera Ultra Tech Mining Indonesia pun memiliki pabrik dan eksplorasi batu gamping sebagai bahan baku di Wonogiri, Jawa Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: