Modus Ini Paling Rentan Seret Kades ke Proses Hukum, Waspada Jeruji Besi Menanti
Dana Desa menjadi perkara kasus korupsi terbanyak hampir setiap tahun--
Modus satu ini biasanya terjadi pada pengadaan barang dan jasa. ICW menyebutkan, sejak 2015-2017 terdapat 14 kasus korupsi dana desa melalui modus ini.
Salah satu kasus yang telah berkekuatan hukum tetap dialami oleh Abdul Rasid Takamokan, Kepala Desa Negeri Administratif Sumbawa, Kecamatan Klimury, Kabupaten Seram Bagian Timur pada 2019.
Ia terbukti menggelembungkan alokasi dana kegiatan sejak 2015- 2017 senilai lebih dari Rp 433 juta. Dari beberapa kegiatan markup tersebut, salah satunya, yaitu ia menaikkan harga pembelian 15 motor desa dari Rp 23,5 juta menjadi Rp 29 juta dalam Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa 2016.
2. Anggaran untuk urusan pribadi
Selama periode 2015-2017 terdapat 51 kasus penyalahgunaan anggaran. Contoh kasus pada 2018 di Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Sang kepala desa mencairkan dana pengadaan lampu jalan (Rp 140 juta), bantuan masjid (Rp 20 juta), dan pengadaan papan monografi desa (Rp 1,45 juta). Namun, uang itu justru untuk membayar utang pribadi sang kades sebesar lebih Rp 161 juta.
3. Proyek fiktif
Modus satu ini cukup populer, tidak hanya terjadi di desa, tapi di banyak sektor masih sering ditemui. Oknum aparat pemerintah atau perangkat desa membuat kegiatan, tapi sebenarnya tidak pernah ada.
Sepanjang 2015-2017, ICW mendata sedikitnya ada 15 kasus proyek fiktif oleh pemerintah desa.
BACA JUGA:Dibalik Keindahannya, Ini Misteri Sosok Penunggu Danau Ranu Kumbolo Jawa Timur, Bikin Merinding
4. Tidak sesuai volume kegiatan
Salah satu contoh kasus ini dilakukan oleh Andiani, Kepala Desa Piyeung Lhang, Aceh terkait dengan proyek pembangunan rumah sewa di desa tersebut. Proyek senilai Rp 368 juta hanya selesai 66,39 persen, padahal dana desa telah ditarik penuh.
Andiani juga mengorupsi dana proyek jalan desa, dari total anggaran Rp 105 juta ditemukan adanya kekurangan volume sebesar Rp 19,9 juta. Pada 12 April 2022, Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis sang kades selama tiga tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: