Iklan RBTV Dalam Berita

Buntut Kabar Ancaman Megathrust, BMKG Dipanggil Polisi, Begini Penjelasannya

Buntut Kabar Ancaman Megathrust, BMKG Dipanggil Polisi, Begini Penjelasannya

BMKG dipanggil polisi setelah kabar ancaman megathrust--

"Pertama kali kami dipanggil Polda, seminar tentang ini. Karena masyarakat menjadi kaget, gumun, heboh. Karena dianggap meresahkan, kami diinterogasi, dipanggil Polda," ujarnya.

Namun, Dwikorita menekankan bahwa situasi seperti ini adalah bagian dari proses pembelajaran. Menurutnya, sebelum masyarakat bisa menjadi lebih tenang dan rasional dalam menghadapi informasi bencana, memang ada tahap di mana mereka harus mengalami kejutan atau "fase kaget" terlebih dahulu. 

Proses ini penting untuk membangun kekompakan dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana di masa depan. "Tapi untuk menuju ke tidak heboh, tidak kagetan, tidak gumunan, tidak gaduh itu harus melalui tahap kaget dulu," tambahnya.

Selain itu, Dwikorita menyoroti pentingnya transparansi dalam menyampaikan informasi bencana. Ia menolak ide untuk mengingkari atau menutupi informasi terkait potensi gempa megathrust hanya karena khawatir akan menimbulkan kepanikan. 

BACA JUGA:8 Penyebab Utama Kegagalan Dalam Seleksi CPNS 2024, Jangan Sampai Terjadi Padamu

Menurutnya, menyampaikan kebenaran dengan cara yang tepat dan edukatif jauh lebih efektif dalam jangka panjang. 

"Kami katakan memang ada [potensi megathrust]. Tapi kan kami tujuannya bukan untuk kecemasan, ketakutan. Tapi, mari kita sempurnakan mitigasi kita," tegasnya.

Indonesia, yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap gempa bumi dan tsunami

Dwikorita mengingatkan bahwa potensi gempa di Indonesia tidak hanya datang dari megathrust di lepas pantai, tetapi juga dari patahan-patahan aktif yang berada di daratan. 

BACA JUGA:Bahlil Viral Lagi, Setelah Raja Jawa sekarang Karena Whisky Rp 38 Juta, Begini Penjelasan Petinggi Golkar

"Sumbernya itu tidak hanya megathrust. Jangan dilupakan. Kita sibuk megathrust, patahan yang ada di darat, di bawah kaki kita. Yang ada di Sumatra, di Jawa, di Sulawesi. 

Patahan-patahan ini juga berbahaya meski magnitudonya tidak mega, hanya 5 koma sekian, faktanya rumah pada roboh. Karena rumah belum standar tahan gempa," jelasnya.

BMKG terus bekerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk BRIN dan perguruan tinggi, untuk memetakan patahan-patahan aktif yang belum terpetakan secara menyeluruh.

Ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana dan meminimalisir risiko yang dapat terjadi di masa depan.

BACA JUGA:Banyak Pengunjung Disengat Ubur-ubur, Kapolres Minta Kurangi Kegiatan di Tepi Pantai Panjang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: