Iklan dempo dalam berita

Rajin Sholat tapi Masih Maksiat, Bagaimana Pandangan Agama? Ini Penjelasan UAH

Rajin Sholat tapi Masih Maksiat, Bagaimana Pandangan Agama? Ini Penjelasan UAH

Rajin Sholat tapi Masih Maksiat, Bagaimana Pandangan Agama? Ini Penjelasan UAH--

Dalam Islam, gambaran keimanan itu ditunjukkan dengan perbuatan amal shaleh. Ustadz Adi Hidayat menjelaskan dalam sesi tanya jawab tersebut bahwa tingkatan iman terbagi menjadi tiga. 

 

Pertama, iman dasar. Makna “aamana” yaitu iman yang standar. Tanda standar iman ditunjukkan dengan amalan-amalan atau ibadah yang dikerjakan hanya yang sifatnya menggugurkan kewajiban saja.

Standarnya iman terlihat ketika mengerjakan salat. Mereka hanya mengerjakan salat wajib saja, belum tergerak mengerjakan salat-salat sunnah. Jadi feedback atau timbal balik dari ibadah yang mereka dapatkan juga standar.

Misalnya fungsi shalat adalah mencegah yang keji dan munkar. Mereka yang hanya mengamalkan ibadah shalat wajibnya saja, secara standar maka yang tercegah juga hanya perbuatan keji dan munkar yang sifatnya standar. Karena itu salat tidak dapat mencegah godaan yang melebihi batas standar. Inilah yang menyebabkan orang yang salat masih melakukan maksiat.

BACA JUGA:Jauhi 3 Golongan Manusia Jenis Ini, UAH: Agar Tak Menyesal Saat Hari Kiamat

Untuk mencegah godaan-godaan yang berat atau melebihi standar maka seseorang harus menaikkan level keimanannya. Kata “aamana” berubah menjadi mudhari’ dengan “yu’minu” bermakna ketersambungan, konsistensi akan iman, terus berlatih agar menjadi kebiasaan. Iman yang naik level terlihat dari ibadah yang juga naik levelnya. Seperti shalat tidak hanya melaksanakan yang wajib saja tapi juga yang sunnah-sunnah. Hal ini agar benteng kita makin kuat dan bisa memfilter godaan-godaan yang melebihi standar.

Jika sudah berusaha untuk istiqamah menaikkan level ibadah menjadi kebiasaan dan melekat akan hal itu maka levelnya menjadi “mu’min” atau jamaknya “mu’minun”. Dalam tingkat ini bukan lagi soal kuantitas ibadah, tapi juga kualitas ibadah. Dengan ibadah yang berkualitas itu tentu akan meninggalkan hal-hal yang tidak penting. Misalnya menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat seperti membaca Al-Qur’an, menulis dan sebagainya.

 

BACA JUGA:UAS Bongkar Tanda Kiamat, Ketika Pohon Ini Tak Lagi Berbuah maka Dajjal Turun ke Bumi

 

Rajin ibadah tapi Masih Bermaksiat, Apa Faktornya?

 

Kenapa rajin ibadah tapi masih bermaksiat? Dari pemaparan UAH mengenai iman dapat kita pahami bahwa ketika iman kita standar maka godaan-godaan di atas standar tidak bisa kita cegah, dan maksiat akan muncul. Ketika iman meningkat, maka potensi-potensi maksiat di atas standar yang tadinya tidak bisa dicegah, kali ini bisa ditangani. Namun “lagha” atau hal-hal yang tidak penting masih bisa mempengaruhi iman kita di level ini. Maka, “lagha” inilah yang membuka jalan untuk bermaksiat. Ketika kita sibuk melakukan hal-hal yang tidak penting atau kurang bermanfaat, potensi-potensi untuk maksiat dapat mempengaruhi kita.

Bagaimana cara mencegah “lagha” ini? tentu dengan meningkatkan kualitas ibadah. Jika tadinya kita meningkatkan kuantitas, maka kali ini kualitas ibadah juga harus ditingkatkan. Seperti ketika shalat misalnya, mereka sudah banyak melaksanakan amalan shalat sunnah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: