Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan dalam putusannya bahwa aturan mengenai jangka waktu PKWT penting untuk ditegaskan dalam undang-undang, dengan tujuan melindungi hak-hak pekerja dari kesewenang-wenangan.
"Norma yang mengatur mengenai jangka waktu PKWT merupakan norma yang sangat penting untuk diatur dalam undang-undang, sehingga perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja atau buruh harus mendasarkan pada norma dalam undang-undang," ujarnya.
BACA JUGA:Cara Mendapatkan Saldo DANA Gratis Rp 700 Ribu dari Pemerintah, Ikuti Panduannya di Sini
Kebijakan Hukum Terbuka dan Keadilan bagi Pekerja
MK juga menyampaikan pandangannya bahwa sebetulnya penentuan jangka waktu PKWT merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka atau open legal policy, yang pada dasarnya menjadi kewenangan dari pembuat undang-undang.
Namun, dalam konteks perjanjian kerja, posisi pekerja yang tidak seimbang dengan pengusaha sering kali menciptakan ketidakadilan yang merugikan pihak pekerja.
Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 UU Cipta Kerja menimbulkan ketidakadilan yang tidak bisa dibiarkan.
BACA JUGA:Peluang Cuan, Ini Syarat dan Cara Daftar Program Afiliasi YouTube Shopping Terbaru 2024
Sebelum adanya perubahan oleh pembentuk undang-undang, MK memutuskan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku di Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur bahwa jangka waktu maksimal PKWT adalah lima tahun.
Dengan demikian, MK menegaskan bahwa batas waktu PKWT harus dihormati dan diikuti, agar pekerja memiliki kepastian dan perlindungan hukum yang jelas selama masa kontraknya.
BACA JUGA:Per 1 November, Ini Update Harga BBM Pertamina, Ada yang Naik!
Kewajiban Pembuatan Perjanjian PKWT secara Tertulis
Selain ketentuan jangka waktu, MK juga menyatakan bahwa PKWT harus dibuat dalam bentuk tertulis sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pekerja.
MK menilai pentingnya perjanjian kerja yang tertulis, baik untuk mencantumkan jangka waktu kerja maupun persyaratan lainnya yang bersifat krusial bagi hak-hak pekerja.
Berdasarkan putusan ini, MK merevisi norma Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 Lampiran UU Cipta Kerja menjadi, “Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin."
Perubahan ini dimaksudkan agar perjanjian PKWT yang dibuat oleh perusahaan tidak menjadi sumber kesewenang-wenangan terhadap pekerja dan menciptakan kepastian hukum yang lebih baik.
BACA JUGA:Peluang Cuan, Ini Syarat dan Cara Daftar Program Afiliasi YouTube Shopping Terbaru 2024
Dengan adanya persyaratan tertulis dalam perjanjian PKWT, hak-hak pekerja dapat terlindungi secara lebih efektif dan memungkinkan pekerja memahami secara rinci semua ketentuan dan aturan yang berlaku.
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 dan Petitum yang Dikabulkan
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).