Harus Paham dan Waspada, Seperti Ini Modus untuk Menyelewengkan Dana Desa
Awasi modus-modus untuk menyelewengkan dana desa--
Modus satu ini cukup populer, tidak hanya terjadi di desa, tapi di banyak sektor masih sering ditemui. Oknum aparat pemerintah atau perangkat desa membuat kegiatan, tapi sebenarnya tidak pernah ada. Sepanjang 2015-2017, ICW mendata sedikitnya ada 15 kasus proyek fiktif oleh pemerintah desa. Salah satu kasus yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Kepala Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, Syamsu Japarang.
BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Magetan 2025, Ini Desa yang Terima Anggaran di Bawah Rp 1 Miliar
Ia terbukti, salah satunya, membuat kegiatan fiktif untuk material pengerjaan jalan setapak (Rp 2,97 juta), perjalanan dinas (Rp 1,5 juta), belanja ATK (Rp 4,27 juta), pembelian seragam BPD (Rp2,5 juta), dan lain-lain. Negara rugi Rp 48,98 juta.
4. Tidak sesuai volume kegiatan
Salah satu contoh kasus ini dilakukan oleh Andiani, Kepala Desa Piyeung Lhang, Aceh terkait dengan proyek pembangunan rumah sewa di desa tersebut. Proyek senilai Rp368 juta hanya selesai 66,39 persen, padahal dana desa telah ditarik penuh.
Andiani juga mengorupsi dana proyek jalan desa, dari total anggaran Rp105juta ditemukan adanya kekurangan volume sebesar Rp19,9 juta. Pada 12 April 2022, Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis sang kades selama tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta.
5. Laporan palsu
Kepala desa wajib menyerahkan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati atau wali kota tiap akhir tahun dan masa jabatan. Selain itu, kades juga harus membuat laporan tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa serta menyebarkan informasi pemerintahan desa secara tertulis kepada masyarakat setiap akhir tahun anggaran.
BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Nganjuk 2025, Berapa Jumlah Desa yang Dapat Anggaran hingga Rp 1 Miliar?
Namun, laporan tersebut sering dimanipulasi, di antaranya melalui praktik pengurangan jumlah barang dari yang tercantum, mengubah kualitas barang menjadi lebih rendah, atau membuat pembelanjaan fiktif.
Jadi, laporan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi pelaksanaan kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). ICW menemukan selama 2015-2017 terdapat 17 kasus laporan fiktif.
Contoh kasus laporan fiktif, misalnya, terjadi di Desa Larpak, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, pada tahun anggaran 2016. Kasus ini menjerat Musdari (Penjabat Desa Larpak) dan Moh Kholil (pelaksana proyek). Mereka membuat laporan dana desa 2016 seakan-akan proyek sudah selesai dilaksanakan. Kerugian negara Rp 316 juta.
Kasus lain, yaitu menjerat Sahirpan, Kepala Desa Terong Tawah, NTB. Ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta. Selain itu, wajib membayar Rp287,98 juta dalam kurun waktu sebulan, jika gagal membayar maka harta bendanya akan disita untuk ganti rugi.
Juga, kasus Subardan, Kepala Desa di Pewodadi, Lampung yang divonis hukuman dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider dua tahun, serta membayar uang pengganti lebih dari Rp 200 juta. Jika gagal bayar, hartanya akan disita dan dilelang untuk mengganti uang tersebut. Jika hasil lelang tidak cukup, maka akan dipidana lagi selama sembilan bulan.
BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Sijunjung Tahun 2025 Sebesar Rp 63.528.658.000 untuk 62 Desa
6. Penggelapan
Salah satu kasus korupsi dana desa dengan modus penggelapan dilakukan oleh Kepala Desa Matang Ulim, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara tahun 2017. Ia menggelapkan dana desa sebesar lebih dari Rp 325 juta. Modusnya, ia memalsu tanda tangan bendahara desa dalam proses pencairannya. Uang dipakai membayar utang dan liburan ke Malaysia. ICW menyebutkan, selama 2015-2017 terdapat 32 kasus korupsi dana desa dengan modus penggelapan.
Dalam Buku Panduan Desa Antikorupsi (2018) disebutkan beberapa faktor maraknya korupsi pada sektor desa:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: