BACA JUGA:Rincian Dana Desa Kabupaten Gianyar 2024, Dari 64 Desa Ini Mana yang Dapat Pembagian Paling Besar?
Pada kesempatan lain, Hari Tasyrik juga disebut juga dengan hari untuk makan dan minum. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ يَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ"Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah bersabda: "Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum." (HR. An-Nasa'i, no. 2954).
BACA JUGA:Sebelum Mengakhiri Hidupnya, Ternyata Ibu Muda di Kepahiang Mengalami Kejadian Traumatik
Pada Hari Tasyrik, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, seperti berzikir, berdoa, serta menyembelih hewan kurban. Perintah untuk berkurban termaktub dalam surat Al-Kautsar ayat 2 berikut:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ"Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurban lah!"
Sementara itu, sebagai informasi tambahan, ada dua amalan penting yang dilakukan Jama’ah Haji di hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) yaitu mabit di Mina dan lempar tiga jumrah yaitu ‘Ula, Wustho dan ‘Aqobah.
BACA JUGA:Rumah di Medan Baru Terbakar saat Pemiliknya Tidur Siang
Kedua amalan tersebut termasuk wajib haji. Mari kita lihat sekilas mengenai kedua amalan tersebut
1. Mabit di Mina pada Hari Tasyriq
Bermalam di Mina adalah wajib pada hari-hari tasyriq. Demikian pendapat jumhur ulama. Yang disebut mabit atau bermalam berarti tinggal di Mina minimal separuh malam atau lebih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari-hari tersebut terus berada di Mina. Beliau terus berada di Mina sampai thowaf Wada’ ditunaikan. Jadi beliau tetap di Mina siang dan malam.
BACA JUGA:Benarkah Hewan Kurban akan Menjadi Kendaraan di Akhirat? Begini Penjelasannya
Kemudian shalat lima waktu yang dikerjakan oleh jama’ah haji di Mina tanpa dijamak, masing-masing shalat dikerjakan di waktunya, hanya cukup diqoshor saja (shalat empat raka’at menjadi dua raka’at).
Karena demikianlah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jika ia melakukannya secara jamak juga boleh akan tetapi hal itu menyelisihi yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.