Mendengar penjelasan Patih Gajah Mada, Ki Pasung Grigis meyakini, bahwa kedatangan Gajah Mada ke Bali tidak berniat buruk. Apalagi Gajah Mada tidak membawa perlengkapan perang sebagaimana lazimnya angkatan perang. Ki Pasung Grigis menyambut tamunya dengan sopan. Apalagi Ki Pasung Grigis juga sering Mendengar kemasyuran nama Patih Gajah Mada di Majapahit.
“Baik Patih Mada (Gajah Mada), kami antar menghadap Sri Baginda Raja. Tetapi alangkah baiknya jika Patih Mada beserta rombongan
beristirahat sejenak,” balas Ki Pasung Grigis.
Selanjutnya, kedua rombongan mengarah ke kediaman Kebo Iwa. Setelah mengantar rombongan Gajah Mada ke kediaman Kebo Iwa, Ki Pasung Grigis langsung menuju ke pusat Kerajaan Bali Aga untuk memberitahukan perihal kedatangan Gajah Mada pada Raja Bali Aga.
Berangkatlah Ki Pasung Grigis untuk membawa rombongan Gajah Mada menghadap Sri Ratna Bumi Banten. Setibanya di hadapan raja, semua rombongan Patih Gajah Mada menunduk. Mereka berjalan membungkuk, tanda penghormatan.
Melihat itu, maka Raja Bali pun menghormatinya. Gajah Mada dipanggil untuk mendekat. “Hai Patih Mada (Gajah Mada) kemarilah mendekat padaku, berita apa yang kau bawa untukku. Ceritakanlah jangan engkau merasa sungkan,” perintah Rajah Bali Aga.
Patih Mada pun menghaturkan sembah kepada Sri Baginda Raja Bali. “Ampun Paduka Tuanku, hamba datang diutus oleh Paduka Tuanku Putri Ratu Majapahit untuk menghadap tuanku raja, mempersembahkan sepucuk surat.
Hamba mohon ampun jikalau hamba membuat kekeliruan dalam tatacara menghadap Sri Baginda Raja Agung. Inilah surat beliau mohon Paduka Raja menerimanya,” kata Gajah Mada merendah. Raja pun menerima surat tersebut dan membaca isinya. Isi surat tersebut konon ada tiga poin penting.