Sudah Selingkuh Selama 6 Bulan, Warga Kaur Digrebek Istri Sah, Begini Hukum Pelakor dalam Islam dan UU
Bagaimana Hukum Selingkuh menurut Islam dan UU di Indonesia--
Kemudian pasutri, OK dan SA berdamai dengan perjanjian untuk sang suami tidak mengulangi perbuatan yang salah dan tidak berhubungan lagi dengan HO.
Sementara itu, seperti yang diketahui Islam membolehkan untuk seorang laki-laki berpoligami. Untuk kasus merebut istri orang, hal itu jelas haram tanpa ada keraguan dan perbedaan pendapat.
BACA JUGA:BPTD Kelas III Bengkulu Gelar Ramp Check, 12 Kendaraan di Sejumlah PO Bus Dinyatakan Laik Jalan
Agama mengatur sedemikian rupa kehidupan dan etika rumah tangga. Oleh karena itu agama Islam memandang penting keharmonisan pasangan suami istri dalam membangun iklim rumah tangga yang kondusif bagi tercapainya tujuan rumah tangga itu sendiri, kebahagiaan.
BACA JUGA:Cek Daftar Tarif Tol Merak Solo, Trans Jawa Terbaru 2024 Periode Mudik Lebaran 2024
Oleh karena itu Rasulullah SAW melarang keras seseorang untuk mengganggu keharmonisan rumah tanga orang lain sebagai sabdanya pada kutipan berikut ini:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya,’” (HR Abu Dawud).
BACA JUGA:6 Jenis Kartu ATM Mandiri Terbaru dan Biaya Administrasinya, Pilih Berdasarkan Kebutuhan
Pada hadits ini, agama Islam jelas menilai buruk aktivitas tipu daya yang dilakukan seorang lelaki untuk menjauhkan seorang perempuan dari suaminya.
Agama mengecam keras pelbagai upaya riil seseorang sekalipun dengan cara memperdaya seorang perempuan dalam rangka merusak hubungan rumah tangganya dengan sang suami.
BACA JUGA:6 Jenis Kartu ATM Mandiri Terbaru dan Biaya Administrasinya, Pilih Berdasarkan Kebutuhan
Kecaman agama ini tidak hanya menyasar lelaki sebagai pihak ketiga dalam rumah tangga. Agama juga mengecam keras perempuan yang melakukan upaya-upaya serupa dalam rangka merebut hati suami orang lain sebagai penjelasan atas hadits berikut ini:
لَيْسَ مِنَّا) أي من أتباعنا (مَنْ خَبَّبَ) بتشديد الباء الأولى بعد الخاء المعجمة أي خدع وأفسد (امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها) بأن يذكر مساوىء الزوج عند امرأته أو محاسن أجنبي عندها (أَوْ عَبْدًا) أي أفسده (عَلَى سَيِّدِه) بأي نوع من الإفساد وفي معناهما إفساد الزوج على امرأته والجارية على سيدها قال المنذري وأخرجه النسائي
Artinya, “(Bukan bagian dari) pengikut (kami, orang yang menipu) melakukan tipu daya dan merusak kepercayaan (seorang perempuan atas suaminya) misalnya menyebut keburukan seseorang lelaki di hadapan istrinya atau menyebut kelebihan lelaki lain di hadapan istri seseorang (atau seorang budak atas tuannya) dengan cara apa saja yang merusak hubungan keduanya. Semakna dengan ini adalah upaya yang dilakukan untuk merusak hubungan seorang laki-laki terhadap istrinya atau merusak hubungan seorang budak perempuan terhadap tuannya. Al-Mundziri mengatakan, hadits ini juga diriwayatkan An-Nasai,” (Lihat Abu Abdirrahman Abadi, Aunul Ma‘bud ala Sunan Abi Dawud, [Yordan: Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, tanpa catatan tahun], halaman 967).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: